Mengenang Kehidupan Rasulullah di Masjid Nabawi

Sejarah  

Assalamualaikum, pembaca yang budiman. Bulan Maulid kembali tiba, terkait hal itu, kami punya ikhtiar meyampaikan secara berseri riwayat mulia Baginda Rasulullah (semoga kedamaian selalu untuknya). Selamat membaca!

Permadani hijau lumut di ujung selatan Masjid Nabawi itu, menutupi area dengan panjang 22 meter dan lebar 15 meter, adalah salah satu tujuan utama umat Islam yang berziarah ke Madinah. Bersisian dengan makam Rasulullah SAW di sebelah timur, merujuk hadits, ia ternama sebagai lokasi sekutip taman surgawi yang ditempatkan di bumi.

Melaksanakan shalat sunnah di lokasi yang melingkupi sebagian besar keluasan paling mula Masjid Nabawi itu diyakini memiliki ganjaran pahala berlipat-lipat dibandingkan lokasi-lokasi lain di seantero Bumi. Tapi semisal tak ada pahala-pahala tersebut, Raudhah—nama area itu—adalah seonggok saksi sejarah yang agung.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Saat berada di lokasi tersebut, ditingkahi bisikan dan isak tangis jamaah, mudah membayangkan langkah-langkah anggun Rasulullah menggesek lantai-lantainya. Beliau dipandangi takjub penuh hormat dan kasih para sahabat yang menanti pesan teranyar dari Rabb mereka. Duduk bersama Rasulullah sembari belajar dan sesekali tertawa dalam canda atau menangis dalam kedukaan.

Umat Islam melaksanakan shalat di depan Mimbar Rasulullah di kawasan Raudhah di Masjid Nabawi. (Fitriyan Zamzami/Republika)
Umat Islam melaksanakan shalat di depan Mimbar Rasulullah di kawasan Raudhah di Masjid Nabawi. (Fitriyan Zamzami/Republika)

Pada masa Rasulullah, seantero Raudhah itu sajalah keluasan Masjid Nabawi. Sementara luas wilayah Masjid Nabawi saat ini mencakupi seluruh wilayah Madinah pada masa Rasulullah.

Masjid itu langsung dibangun begitu Rasulullah tiba dari Makkah setelah terlebih dahulu berdiam di Quba. Para penulis awal Sirah Nabawiyah menuturkan, pada akhir pertengahan 622 Masehi, Rasulullah tiba di Madinah.

Sekitar seratus orang mendampinginya kala itu. Sebagian dari Bani ‘Amr yang merupakan penduduk Quba. Sementara di kanan-kiri Rasulullah berbaris pria-pria suku Khazraj dan Aws yang dulunya kerap saling berperang. Kini, dengan pakaian perang dan pedang terhunus mereka bersama-sama mengawal Rasulullah memasuki Yatsrib, nama wilayah tersebut kala itu.

Ribuan lelaki-perempuan segala umur menyambut kedatangan Rasulullah kala itu. Berbaris membuka jalan bagi rombongan. “Selamat datang wahai Rasulullah!” teriak mereka berkali-kali.

Tawaran agar Rasulullah mampir ke rumah mereka datang bertubi-tubi. Sementara Rasulullah menyerahkan pada Qaswa, untanya, untuk menentukan lokasi berhenti.

Bangunan awal Masjid Nabawi di Madinah yang ditampilkan di Museum Madinah. (Fitriyan Zamzami/Republika)
Bangunan awal Masjid Nabawi di Madinah yang ditampilkan di Museum Madinah. (Fitriyan Zamzami/Republika)

Qaswa kemudian berjalan pelan menuju kompleks kediaman Bani Malik yang merupakan salah satu keluarga suku Khazraj. Unta itu kemudian berjalan ke sebuah tanah lapang yang dikitari dinding dengan beberapa pokok kurma di dalamnya, dan berhenti di depan sebuah bangunan sempit yang merupakan tempat pershalatan As’ad, seorang anggota Bani Malik sekaligus satu dari enam orang yang menyatakan masuk Islam di Aqabah beberapa tahun sebelumnya.

Tanah tempat Qaswa berhenti itu milik Sahl dan Suhayl, dua anak yatim yang diasuh As’ad. Rasulullah kemudian menolak pemberian kedua yatim dan bersikeras membeli tanah tersebut dari keduanya. Di tanah lapang di depan lokasi berhenti Qaswa tersebut, Rasulullah memerintahkan dibangun sebuah masjid seperti di Quba.

Masjid awal seluas 30 kali 35 meter itu dibangun dengan batu-batu bata, dan pohon-pohon kurma di sekitarnya ditebang untuk menopang atap dari pelepah kurma di bagian utara masjid sehubungan kiblat saat itu masih mengarah ke Yerusalem. Sebagian besar wilayah masjid, seperti di Quba, dibiarkan terbuka atapnya dengan tembok setinggi tiga meter. Rasulullah kemudian memerintahkan lagi perluasan saat pemeluk Islam kian banyak selepas Perang Khaibar. Perluasan itu membuat panjang masjid hampir 50 meter.

Sementara pada masa Khalifah Umar bin Khattab, seluruh rumah di sekitar masjid dihancurkan, kecuali rumah-rumah para istri Rasulullah yang menempel pada tembok luar masjid. Luas masjid pada masa Umar jadi 57 kali 66 meter. Sementara kekayaan yang diperoleh kekhalifahan pada masa Utsman bin Affan memungkinkan renovasi lebih lanjut. Tiang-tiang dari pelepah kurma diganti dengan kayu, atap masjid juga mulai ditutup, temboknya dikuatkan, dan keluasan masjid mencapai 81 kali 62 meter.

Pada awal abad ke-8, Khalifah Umayyah Al-Walid ibn Abdul Malik kembali meluaskan masjid dan melakukan renovasi besar-besaran. Masjid diluaskan dengan masing-masing sisinya memiliki panjang lebih dari 100 meter. Empat menara juga ditambahkan ke Masjid Nabawi. Pada renovasi ini, komplek makam Rasulullah juga dimasukkan dalam arsitektur masjid.

Khalifah Abbasiyah Al-Mahdi kemudian menambahkan lagi panjang masjid sekitar 50 meter. Sepanjang perombakan dan renovasi itu, kawasan makam Rasulullah juga berubah-ubah. Mulanya berada di luar masjid, ia masuk dalam arsitektur masjid pada masa kekhalifahan.

Penguasa Turki Utsmani kemudian melakukan renovasi besar-besaran selanjutnya dari abad ke-16 hingga abad ke-19. Berbagai renovasi tersebut membuat keluasan Masjid Nabawi mencapai 1.293 meter persegi. Bentuk yang terkini masih mencerminkan arsitektur dan gaya bangunan peninggalan masa Turki Utsmani tersebut.

Sedangkan Kerajaan Arab Saudi mula-mula memugar Masjid Nabawi pada 1950-an. Renovasi yang terkini mulai dilakukan pada pertengahan 1990-an dan secara signifikan menambah keluasan masjid mencapai 100 ribu meter persegi. Keluasan itu meliputi keseluruhan Madinah pada masa Rasulullah. Makam Baqi’ yang pada masa Rasulullah berada di luar kota Madinah, kini tak terpisah dari pelataran Masjid Nabawi.

Kemudian pada 2010, dibangun payung-payung raksasa yang membuat takjub para peziarah tersebut di pelataran Masjid Nabawi. Saat terbuka perlahan seturut adzan subuh atau tertutup pada waktu maghrib, ia selalu berhasil membuat para jamaah berhenti dan mengagumi.

Meski mengalami perombakan dan renovasi berulang-ulang tersebut, lokasi-lokasi persis sejumlah peristiwa pada masa Rasulullah di masjid itu, tak seperti kebanyakan lainnya di Tanah Suci, masih bisa dikira-kira hingga kini. Ditandai pilar-pilar yang telah berdiri seribu tahun lebih.

Secara sekilas, pilar-pilar penanda lokasi-lokasi penting itu tak ada bedanya dengan yang lain di Masjid Nabawi. Ia berupa tiang meninggi dengan diameter sekira pelukan dua orang dewasa. Untuk mengetahui keistimewaannya, pengunjung Masjid Nabawi harus mendongakkan kepala. Ada segel bulat berwarna hijau dengan tepian emas berisi kaligrafi di bagian atas pilar-pilar tersebut.

Di sisi paling selatan area Raudhah, persis menempel di belakang mihrab Rasulullah, berdiri Pilar Hannanah. Ia dahulu adalah lokasi tumbuhnya sebatang pohon kurma. Rasulullah SAW, bisa kita bayangkan kerap bersandar pada pohon di lokasi pilar tersebut sembari memberikan wejangan bagi para jamaah seperti yang dikisahkan dalam berbagai hadits dan riwayat.

Beberapa waktu setelah Masjid Nabawi dibangun, para sahabat mendirikan mimbar di samping pohon itu sebagai tempat baru bagi Rasulullah menyampaikan khutbahnya. Ketika mula digunakan, kerap terdengar suara tangis dari arah pohon kurma. Peristiwa itu jadi alasan pilar tersebut dinamai Ustuwanah Hannanah yang artinya “Pilar Tangisan”.

“Ia menangis karena zikir yang dulu biasa ia dengar,” kata Rasulullah seperti diriwayatkan dalam hadits Imam Bukhari. Tangisan tersebut berhenti selepas Rasulullah menempatkan tangannya pada batang pohon kurma yang mengering tak lama kemudian dan dikuburkan para sahabat.

Penampakan Pilar Aisyah yang terletak di tengah-tengah area Raudhah.(Fitriyan Zamzami) 
Penampakan Pilar Aisyah yang terletak di tengah-tengah area Raudhah.(Fitriyan Zamzami)

Namun, Ibn Battutah mengisahkan bahwa pada saat ia mendatangi Masjid Nabawi pada abad ke-14, pelepah kurma yang merindukan Rasulullah tersebut masih ada wujudnya. Ia ditempelkan di pilar yang terletak antara makam dan mimbar Nabi, kita-kira di lokasi Pilar Hannanah saat ini.

Ibn Battutah juga mengisahkan, dahulu di tengah kawasan Raudhah ada semacam kolam. Di bagian selatan kolam tersebut, ada semacam mimbar yang konon katanya menandakan lokasi rumah Fatimah putri Rasulullah dan kuburannya. Hingga saat ini, keberadaan kuburan Fatimah memang tak diketahui secara pasti.

Sementara tiang pertama di timur laut Pengimaman Rasulullah, adalah Pilar Aisyah. “Di masjid ini, ada titik tertentu yang jika orang-orang mengetahui keberkahannya, mereka akan mengadakan undian untuk mendapatkan kesempatan agar bisa salat di sana" kata Aisyah binti Abu Bakar, istri Rasulullah, seperti dikutip dalam hadits riwayat Thabrani.

Aisyah yang dinikahi Rasulullah sekira setahun selepas ditinggal Khadijah memang tinggal di rumah yang paling dekat dengan Masjid Nabawi. Seturut usianya yang masih muda ketika dinikahi Rasulullah, kenangannya lebih terjaga dan ia kemudian meriwayatkan banyak sekali kebiasaan Rasulullah.

Mulanya, Aisyah enggan memberitahukan lokasi tempat Rasulullah kerap melakukan shalat sendirian tersebut. Ia belakangan memberitahukan lokasi itu pada keponakannya Abdullah bin Zubayr sementara dua khalifah, Abu Bakar Siddiq RA dan Umar bin Khattab RA juga kerap melaksanakan shalat di titik tersebut. Di lokasi itu kemudian didirikan pilar yang dinamai Ustuwanah Aisyah.

Dalam berbagai riwayat, Rasulullah menikahi Aisyah binti Abu Bakar saat yang bersangkutan berusia sekitar enam atau sembilan tahun di Makkah beberapa bulan setelah Khadijah berpulang. Pernikahan itu tak hampir bersamaan dengan pernikahan beliau dengan Saudah binti Zam’a, seorang janda tua yang punya banyak tanggungan.

Meski begitu, hubungan suami-istri Rasulullah dan Aisyah baru dilakukan selepas Aisyah berusia lebih tua dan keduanya sudah berhijrah ke Madinah. Rumah Aisyah dibangunkan Rasulullah paling dekat dengan Masjid Nabawi dan belakangan jadi lokasi makam Nabi. Bisa dibilang, setelah Khadijah, Aisyah-lah kecintaan beliau.

Aisyah terkenal dengan kecerdikannya dan sesekali perkataannya yang ceplas-ceplos khas remaja. Setelah Rasulullah wafat, ia jadi salah satu sumber utama bagi umat Islam untuk menggali sunnah Rasulullah selama 44 tahun. Sedikitnya 2.000 hadits ia riwayatkan perihal keseharian dan ketentuan Rasulullah. Banyak kebiasaan Muslim-Muslimat saat ini berdasarkan penuturan Aisyah soal bagaimana perangai Rasulullah.

Di sisi paling timur Raudhah yang bersisian dengan Makam Rasulullah SAW, pada tiang kedua dari arah selatan, berdiri Ustuwanah Sarir alias “Pilar Tempat Tidur”. Di lokasi ini, Rasulullah SAW diriwayatkan kerap berbaring tidur-tiduran sembari menunggu waktu melaksanakan shalat I’tiqaf. Para sahabat dahulu membangunkan dipan untuk Rasulullah SAW di lokasi ini.

Pilar Hananah di wilayah Raudhah, Masjid Nabawi. (Fitriyan Zamzami/Republika)
Pilar Hananah di wilayah Raudhah, Masjid Nabawi. (Fitriyan Zamzami/Republika)

Tepat pada tiang pertama di sebelah barat Ustuwanah Sarir, didirikan juga Ustuwanah Taubah. Di lokasi tiang itu dulu berdiri pohon kurma tempat sahabat Rasulullah, Abu Lubabah mengikatkan dirinya nyaris sepekan memohon ampunan Allah.

Saat itu, tepat selepas Perang Khandaq dan pengepungan suku Yahudi Bani Qurayza, Abu Lubabah merasa bersalah karena mengisyaratkan rencana yang disiapkan Sa’ad bin Mua’dh terhadap mereka. Sa’ad adalah sahabat Rasulullah yang diserahi Bani Qurayza soal nasib mereka selepas terbukti merencanakan pengkhianatan terhadap komunitas Muslim di Madinah dengan membantu pihak Makkah pada Perang Khandaq.

Selama tujuh hari Abu Lubabah mengikatkan diri di pohon tersebut, hanya mengambil rehat saat shalat wajib dan ada keperluan ke kamar kecil. Rasulullah tak kuasa memaafkan karena Abu Lubabah tak langsung mendatangi beliau alih-alih langsung mengikatkan diri di pohon. Abu Lubabah akhirnya terbebas melalui firman Allah yang tercantum dalam Surat Attaubah ayat 102.

Tiang ke tiga dari arah selatan di sisi paling timur Raudhah adalah Pilar Hars. Lokasi itu pada masa Rasulullah adalah salah satu pintu masuk Masjid Nabawi yang selalu dijaga para sahabat. Dari situ asal mula nama “Hars” yang artinya “penjagaan”. Karena Ali bin Abi Thalib RA yang paling kerap berjaga-jaga, tiang itu kini dikenal juga dengan nama Ustuwanah Ali.

Jika Rasulullah menginap di rumah Aisyah yang saat ini merupakan lokasi Makam Rasulullah, ia biasanya memasuki Masjid Nabawi dari titik tersebut. Saat ini, tiang tersebut juga merupakan tempat ditariknya kain pembatas jamaah perempuan dan lelaki di Raudhah.

Persis di sebelah utara Pilar Hars, ada Ustuwanah Wufud. Merujuk bangunan awal Masjid Nabawi, ia terletak di pojok timur laut masjid tersebut. Saat ini ia masuk sepenuhnya dalam bagian untuk perempuan di Raudhah. Rasulullah diriwayatkan kerap menerima utusan-utusan alias delegasi dari suku-suku Arab pada masa lalu di lokasi tersebut.

Salah satu delegasi yang ditemui Rasulullah di Masjid Nabawi tersebut, menurut hadits yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim, riwayat Ibn Ishaq dan dikisahkan juga dalam tafsir Alqurtubi, adalah utusan dari Bani Najran, komunitas Kristen yang tinggal di perbatasan Hijaz dengan Yaman.

Ibn Ishaq mengutip Muhammad bin Ja’far menuturkan, saat sedang berdialog di dalam Masjid Nabawi tersebut, masuk waktu beribadah bagi Bani Najar. Mereka kemudian meminta izin berdiri menghadap ke timur untuk berdoa. Sebagian umat Kristiani hingga saat ini memang kerap berdoa ke arah matahari terbit yang dinilai melambangkan kebangkitan Isa Almasih. “Jangan ganggu mereka ” kata Rasulullah seperti dikutip Ibn Ishaq dan Alqurtubi.

Sedianya ada dua pilar istimewa di sekitar Raudhah. Salah satunya, Ustuwanah Jibril, lokasi biasanya malaikat Jibril masuk saat mengunjungi Rasulullah di kediamannya. Pilar tersebut saat ini tak bisa dikunjungi orang awam karena terletak di dalam bangunan Makam Rasulullah. Ada juga Ustuwanah Tahajud yang terletak di ujung utara Makam Rasulullah, di luar area Raudhah. Lokasi pilar itu diyakini sebagai tempat Rasulullah kerap melaksanakan shalat tahajud.

Tak jauh dari tiang di ujung utara tersebut beberapa meter dari kawasan berkarpet hijau ada sebuah wilayah yang dikelilingi pagar keemasan setinggi paha orang dewasa di tiga sisinya. Luasnya sekitar tujuh kali lima meter saja.

Pada masa Rasulullah, lokasi di pelataran masjid Nabawi itu diberi atap pelepah kurma juga. Karena bagian bawahnya selalu tertutupi bayang-bayang pelepah kurma itu, lokasi tersebut dinamai “al-Suffah”.

Tempat di Masjid Nabawi lama tersebut mulanya adalah lokasi tinggal sejumlah sahabat Muhajirin yang miskin dan tak berkeluarga. Mereka sehari-hari beribadah, mempelajari Alquran, dan bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rasulullah dan istri-istrinya tak jarang menyediakan makanan untuk kelompok yang tinggal di al-Suffah tersebut.

Jumlah sahabat yang tinggal di lokasi itu fluktuatif seturut peruntungan masing-masing, dan sempat mencapai 300 orang. Di antara yang tingal di al-Suffah sekali waktu adalah sahabat Abu Hurairah.

Ia adalah seorang anggota Bani Daws yang tinggal di Tihamah, di tepian Laut Merah. Saat kepala sukunya memeluk Islam, Abu Hurairah langsung mengikuti. Meski disebut hanya mengenal Rasulullah selama empat tahun, Abu Hurairah adalah salah satu periwayat hadits paling banyak. Banyak tindak-tanduk Rasulullah yang dijiplak Muslim selama seribu tahun lebih datang dari penuturannya. []

Baca Juga:

Kelahiran Rasulullah yang Penuh Cahaya

Datang Bayi Muhammad, Suburlah Desa Bani Sa'd

Perawakan Mulia Rasulullah SAW

Kisah Baitullah dan Rasulullah

Muhammad SAW Sang Pedagang Ulung

Rumah Cinta Rasulullah dan Khadijah

Kisah Rasulullah di Bukit Cahaya

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

Kategori

× Image