Kelahiran Rasulullah yang Penuh Cahaya
Assalamualaikum, pembaca yang budiman. Bulan Maulid kembali tiba, terkait hal itu, kami punya ikhtiar meyampaikan secara berseri riwayat mulia Baginda Rasulullah (semoga kedamaian selalu untuknya). Selamat membaca!
Kelahiran
Saat saya tiba di Masjidil Haram pada musim haji 2018, renovasi besar-besaran di kompleks tersebut sudah pungkas. Kendati demikian, perancah-perancah raksasa masih nampak mengerjakan yang tersisa. Seperti kebanyakan jamaah, saya turun di jalan raya sebelah timur Masjidil Haram. Kebetulan dini hari, disilaukan cahaya lampu-lampu yang menerangi kompleks tersebut.
Pergerakan ramai peziarah yang baru tiba dan turun dari kendaraan, cahaya gemerlap yang tiba-tiba, bangunan-bangunan yang menjulang tinggi membuat sibuk panca indera.
Di sela-sela kemegahan tersebut, berdiri sepetak bangunan tak jauh di sebelah utara kompleks parkir Masjidil Haram. Dibandingkan yang mengitarinya, bangunan dengan luas sekitar 10 kali 18 meter itu nampak kontras. Ia hanya bangunan berbentuk kotak dengan pintu melengkung diapit dua jendela persegi di masing-masing sisi. Dicat sewarna padang pasir, seperti menyaru di antara lanskap. Tak ada kaligrafi-kaligrafi rumit atau kolom-kolom berukir, tak ada kanopi di jendelanya, tak ada kubah.
Papan nama di bangunan itu bertuliskan “Maktabah Makkah al-Mukarramah” dalam tulisan Arab. Sekutip pengumuman lainnya yang dipasang di bangunan itu kemudian mengindikasikan signifikansinya. Ironisnya, pengumuman itu justru berisi peringatan bagi pengunjung agar tak berdoa di lokasi tersebut.
Siapa juga sudah mafhum, perpustakaan memang bukan tempat berdoa yang paling mustajab. Namun, bukan fungsinya saat ini yang membuat orang-orang terkadang salah kaprah berdoa di lokasi tersebut.
Para penulis sirah memperkirakan, pada 570 atau 571 Masehi, Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muthallib lahir dari rahim ibundanya, Aminah bint Wahab. Ia lahir di sebuah rumah yang dibangun di lembah tempat perpustakaan itu berdiri saat ini.
Abdullah ibn Abdul Muthallib, seorang anggota Bani Hasyim, diriwayatkan sebagai seorang pria yang tampan. Bani Hasyim yang merupakan subsuku dari Quraish saat itu adalah keluarga yang dipercayakan menjaga sumur Zamzam dan mengurusi keperluan peziarah ke Ka’bah yang dipenuhi berhala saat itu seturut garis keturunan dari Nabi Ismail.
Abdul Muthallib yang merupakan kepala Bani Hasyim saat itu kemudian menikahkan putra bungsunya tersebut dengan Aminah bint Wahab yang merupakan anggota Bani Zuhrah, juga merupakan subsuku Quraish dan keturunan Ismail. Menjelang pernikahan tersebut, seperti diriwayatkan Ibn Ishaq dan Ibn Katsir, sejumlah perempuan Makkah melihat semacam cahaya di dahinya dan berlomba-lomba meminta dinikahi. Bagaimanapun, Abdulllah tetap dengan pilihan ayahnya.
Sebagai seorang pedagang, Abdullah jarang ada di rumah, termasuk saat Aminah tengah mengandung anaknya. Kala tengah mengandung tersebut, para periwayat menuturkan, Aminah kerap mendengarkan bisikan-bisikan gaib soal keutamaan jabang bayi di rahimnya.
Kemudian pada 9 atau 12 Rabiulawal seturut kesepakatan ulama-ulama Sunni atau 17 Rabiulawal seturut kepercayaan Syiah, Muhammad ibn Abdullah dilahirkan. Tanggal itu bertepatan dengan bulan April perhitungan Masehi. Rumah tempatnya dilahirkan, merujuk sebagian riwayat merupakan milik Bani Hasyim, dan terletak di kompleks suku tersebut.
Saat kelahiran tersebut, Abdullah sudah wafat. Yang bersangkutan meninggal dalam perjalanan dagang ke Gaza, Palestina. Bayi yang dilahirkan Aminah saat itu langsung dibawa ke Abdul Muthallib, kemudian menuju Ka’bah dan diberinama nama Muhammad, nama yang sangat jarang dipakai kala itu. Kelak, Muhammad dikisahkan bakal jadi kesayangan datuknya tersebut.
Syekh Syaifurrahman al-Mubarakpury menceritakan dalam sirah terkenalnya Arrahiqul Makhtum, Ibn Sa'ad mengenang Aminah berkata saat kelahiran agug tersebut. "Setelah bayiku keluar, aku melihat ada cahaya yang keluar dari rahimku, menyinari istana-istana di Syam".
Syekh Mubarakpury mencatat, riwayat-riwayat menerangkan bahwa Tsuwaibah, hamba sahaya Abu Lahab, adalah yang pertama menyusui Muhammad. Tsuwaibah kala itu juga sedang menyusui anaknya bernama Masruh dan sebelumnya menyusui Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Rasulullah yang kelak akan sangat berperan dalam kebangkitan Islam.
Di kemudian hari, rumah tempat Muhammad dilahirkan ditempati oleh Aqil bin Abi Thalib dan keturunannya. Lokasi rumah tersebut kemudian jadi lokasi masjid yang dibangun Al-Khaizuran, ibunda Khalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid pada abad ke-8. Bangunan masjid itu lalu dihancurkan saat Bani Saud menguasai Makkah dan dijadikan perpustakaan pada 1950.
Selain menyimpan koleksi buku-buku, bagian sebelah kiri bangunan itu digunakan sebagai gudang untuk menyimpan barang-barang yang tak terpakai. Ia kini juga diapit sejumlah toko-toko dan rumah makan.
Pada musim haji maupun umrah, perpustakaan yang dibagian depannya dipagari jejeran beton itu tak pernah sepi pengunjung. Kebanyakan mereka tak bisa memasuki perpustakaan yang lebih kerap dikunci tersebut. Sebagian pengunjung memang nampak berupaya mengusap dan berdoa di depannya, selalu disusul dengan usiran dan peringatan dari penjaga keamanan di lokasi tersebut. []