Menanti Rasulullah SAW di Masjid Quba

Sejarah  

Assalamualaikum, pembaca yang budiman. Bulan Maulid kembali tiba, terkait hal itu, kami punya ikhtiar meyampaikan secara berseri riwayat mulia Baginda Rasulullah (semoga kedamaian selalu untuknya). Selamat membaca!

Belum sepekan sejak musim haji dimulai ketika saya tiba di Masjid Quba. Meski begitu, pelatarannya sudah jadi semacam festival. Terlebih waktu itu hari Sabtu. Bus-bus jamaah yang membawa peziarah dari berbagai bangsa satu per satu datang sejak pagi, menurunkan penumpang kemudian minggir ke parkiran besar di sekitar kompleks masjid tersebut.

Suasana di masjid itu relatif terbuka dan tak sedemikian kaku. Masing-masing saling menanyakan asal negara, bertukar tawa meski lebih kerap saling tak paham bahasa masing-masing; kemudian, apa lagi kalau bukan, berswafoto atau berfoto bersama.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Manusia-manusia keluar masuk masjid sehingga bagian dalamnya tak sebegitu sesak. Biasanya peziarah melaksanakan shalat sunnah tahiyatul masjid sebentar, kemudian melanjutkan dengan bercengkerama di dalam maupun di pelataran.

Catatan-catatan klasik periwayat sejarah Nabi menggambarkan, ada suasana serupa di daerah yang dulunya kampung yang ditumbuhi banyak pohon kurma tersebut. Empat belas abad silam, pada 622, warga desa ramai keluar rumah begitu matahari pertengahan tahun yang menyengat itu naik. Ada semacam harap-harap cemas di kalangan warga desa tersebut, yang terus bergantian mengamati kaki langit di arah selatan.

Jamaah melaksanakan shalat di Masjid Quba di Madinah. (Fitriyan Zamzami/Republika)
Jamaah melaksanakan shalat di Masjid Quba di Madinah. (Fitriyan Zamzami/Republika)

Kesibukan warga Quba tersebut menarik juga penasaran dari warga luar desa. Salah seorang di antaranya, seorang budak Persia bernama Salman. Bertahun-tahun, Salman berkelana dari kampungnya di wilayah Iran saat ini, untuk mencari cara terbaik menyembah Tuhan-nya.

Sempat menjadi pendeta Majusi, ia kemudian malih menjadi seorang Kristiani namun masih belum terpuaskan dahaga relijiusnya. Ia kemudian mendengar kabar soal akan datangnya seorang nabi di tanah Arab, nabi yang dinanti-nantikan warga Quba pada hari-hari musim panas itu.

Nun 320 kilometer di selatan, Rasulullah telah berangkat bersama sahabatnya Abu Bakar pada malam gelap. Mereka menyusul kaum Muslimin lainnya yang telah lebih dulu satu per satu meninggalkan Makkah menuju Yatsrib untuk berhijrah.

Perjalanan kedua sahabat itu bukan mudah sehubungan kafir Quraish telah bertekad harus membunuh Muhammad sebelum ia tiba di Yatsrib. Mereka harus mengecoh kafir Quraish terlebih dulu dengan menempatkan Ali bin Abi Thalib di kamar Rasulullah.

Untuk menghindari kejaran, Rasulullah dan Abu Bakar juga tak langsung menuju utara ke arah Madinah. Mereka bergerak terlebih dahulu ke arah selatan untuk kemudian mengitari Makkah. Dalam perjalan ke arah selatan tersebut, setelah berjalan sekira tiga kilometer, mereka berdua singgah ke Jabal Tsur, dan kemudian mendaki untuk sampai ke salah satu gua dekat puncak bukit. Nyaris kedapatan oleh para pengejar semisal depan gua itu tak ditutupi terlebih dulu oleh laba-laba yang membentuk jejaring dan burung dara yang bersarang.

Seorang umat muslim turun dari Jabal Tsur di Mekkah, Arab Saudi. (Antara)
Seorang umat muslim turun dari Jabal Tsur di Mekkah, Arab Saudi. (Antara)

Saat ini, kiranya Jabal Tsur belum berubah banyak dari kondisinya pada masa Rasulullah. Nyaris tak ada bangunan apapun di gunung setinggi kira-kira 750 meter dari permukaan laut tersebut. Gunung itu bisa didaki dari dua arah, melalui Jabal Tsur Road di barat atau lewat Ring Road Makkah di bagian utara.

Ia gunung dengan banyak bebatuan besar. Untuk mencapai puncaknya, saat ini ada sejumlah anak tangga dibangun dan sisanya jalur pendakian alami. Sekira satu setengah jam perjalanan mendaki ada semacam pondok kecil beratap seng dengan tembok dari bebatuan yang disusun ala kadarnya dan karpet merah di bawahnya.

Tak jauh dari pondok itulah, dengan sedikit lagi mendaki, lokasi Gua Tsur. Gua itu tingginya hanya satu meter lebih sedikit dengan luas sekitar tiga kali tiga meter. Saat ini gua memiliki dua rekahan untuk masuk, di barat dan di timur. Masing-masing pintu masuk itu ditandai dengan cat sederhana di bebatuan atasnya bertuliskan “Ghar Tsur”. Rasulullah, merujuk sejumlah riwayat, masuk bersama Abu Bakar melalui rekahan sebelah barat.

Yang juga istimewa dari Jabal Tsur, ia adalah salah satu lokasi alamiah paling ideal untuk menyaksikan Makkah dari ketinggian. Dari puncak bukit, menghadap ke utara, terlihat Menara Zamzam berdiri megah dengan Masjidil Haram di bawahnya. Lembah kuno tempat Ibrahim menitipkan Ismail dan Hajar membentang dengan segala bangunan modern yang kini berdiri di atasnya. Ketika malam tiba, ia semarak oleh lampu-lampu kota.

Rasulullah mestinya menyaksikan juga bentangan tersebut dari atas bukit, meski dalam keadaan yang sama sekali berbeda. Melihat kampung halamannya untuk terakhir kali sebelum bertolak ke kota baru. Merasakan nelangsa yang jamak dirasakan para imigran di manapun yang terpaksa meninggalkan kampung halaman.

Masjid Quba. Dok Republika
Masjid Quba. Dok Republika

“Demi Allah. Engkau adalah sebaik-baik bumi, dan bumi Allah yang paling dicintai-Nya. Seandainya aku tidak terusir darimu, aku tidak akan keluar,” sabda Rasulullah dalam sebuah hadits. Baru sekitar sembilan tahun kemudian, Rasulullah akan bersua lagi dengan lembah yang sedemikian ia cintai tersebut.

Menjelang sampai di ujung perjalanan ke Madinah, Rasulullah membeli seekor unta yang kelak ia namai Qaswa dan jadi kesayangannya. Mereka juga bertemu Thalhah, sepupu Abu Bakar, di perjalanan. Thalhah yang baru pulang dari mengambil barang dagangan dari Syam kemudian menghadiahkan dua pakaian putih bersih untuk kedua sahabat itu.

Pakaian putih itu nampak bersinar terkena pantulan matahari ketika siang menjelang tak jauh dari Quba. Seorang Yahudi yang ikut memantau karena penasaran, dikisahkan Ibn Ishaq, jadi yang pertama melihat kedua orang itu. “Wahai Bani Qaylah, ia telah datang, ia telah datang!” teriaknya.

Mengabaikan panas matahari yang menyengat, warga desa langsung berduyun-duyun keluar menyambut di jalur hijau ladang kurma menuju desa. Betapa gembiranya mereka mengetahui bahwa yang dinantikan telah tiba, selamat tak kekurangan satu apapun.

“Wahai penduduk Quba, sambutlah satu sama lain dengan damai, berilah makan orang-orang yang kelaparan, sambunglah silaturahim, shalatlah saat orang-orang sedang tidur. Jika kalian melakukannya, kalian akan masuk surga dalam kedamaian,” kata Rasulullah kepada warga Quba yang menyambutnya.

Salman Alfarisi kemudian menghampiri saat Rasulullah tengah duduk bercengkerama bersama warga desa. Ia menawarkan kurma sebagai sedekah yang kemudian tak disentuh Rasulullah namun langsung dibagikan ke sahabat-sahabatnya. Salman teryakinkan, pencariannya pungkas. Benarlah ini dia yang telah ia tunggu, seorang Nabi yang diramalkan tak akan memakan sedekah.

Rasulullah tinggal di Quba selama tiga hari sembari menanti Ali bin Abi Thalib yang berangkat dari Makkah belakangan. Sepanjang penantian itu, ia membangun masjid bersama para sahabat. Beliau ikut menempatkan batu-batu pondasi bangunan tersebut.

Bangunan itu kemudian jadi masjid pertama yang dibangun dalam Islam. Ia juga satu dari sedikit masjid yang disinggung dalam Alquran. ''Sesungguhnya Masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.'' (QS At-Taubah [9]: 108).

Bentuk awal masjid itu adalah bangunan persegi empat. Hanya sekitar seperlima luas bangunan di bagian pengimaman yang ditutupi dengan atap pelepah kurma. Sisanya, dibiarkan terbuka tanpa atap.

Masjid itu sempat diperbaiki pada masa Khalifah utsman bin Affan dan kemudian diperluas Khalifah Umayyah, Abdul Malik bin Marwan pada sekitar tahun ke-60 setelah Hijrah. Khalifah Umayyah berikutnya, Umar bin Abdul Aziz menambahkan menara-menara pada masjid tersebut.

Renovasi dan perluasan terkini dilakukan Raja Arab Saudi, Fahd bin Abdul Aziz pada 1986. Kendati demikian, bentuk dasar masjid itu tak berubah. Ia tetap persegi empat dengan empat menara tinggi di masing-masing pojok. Hanya atap bagian depan masjid juga yang ditutupi dengan tiga kubah indah. Sebagian besar ke belakang dibiarkan terbuka atapnya dengan hanya ditutupi semacam jaring untuk menjaga kebersihan dan kesejukan.

Rasulullah diriwayatkan kerap melaksanakan shalat sunnah di lokasi masjid tersebut setiap Sabtu. Dalam salah satu hadits shahih, Rasulullah juga bersabda bahwa pahala mereka-mereka yang mengambil wudhu dari rumahnya dan kemudian menjaganya hingga melakukan shalat di Masjid Quba setara pahala umrah di Masjidil Haram, Makkah. []

Baca Juga:

Kelahiran Rasulullah yang Penuh Cahaya

Datang Bayi Muhammad, Suburlah Desa Bani Sa'd

Perawakan Mulia Rasulullah SAW

Kisah Baitullah dan Rasulullah

Muhammad SAW Sang Pedagang Ulung

Rumah Cinta Rasulullah dan Khadijah

Kisah Rasulullah di Bukit Cahaya

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

Kategori

× Image