Baiat di Aqabah yang Mengubah Dunia

Sejarah  

Assalamualaikum, pembaca yang budiman. Bulan Maulid kembali tiba, terkait hal itu, kami punya ikhtiar meyampaikan secara berseri riwayat mulia Baginda Rasulullah (semoga kedamaian selalu untuknya). Selamat membaca!

Pada paruh akhir hari-hari tasyrik, Makkah dan sekitarnya seperti meledak dalam warna-warni. Jutaan jamaah dari berbagai penjuru dunia yang semula seragam dalam putih-putih pakaian ihram kembali ke pakaian yang biasanya mereka kenakan sehari-hari.

Jamaah dari Asia Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara, seakan memamerkan pakaian tradisional masing-masing. Warna-warna cerah yang kontras satu sama lain dengan bendera berbagai warna yang dikibarkan tinggi-tinggi untuk menjaga kelompok.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ia pemandangan yang mengharukan, terutama saat menyaksikan jutaan mereka berjalan beriringan menuju lokasi melempar jumrah dari Makkah. Di sini, perbedaan tak pernah jadi gesekan-gesekan yang tak perlu. Di sini kita bisa mengagumi betapa agama sederhana yang diturunkan di Makkah belasan abad silam jadi kekuatan pemersatu yang akbar.

Dalam kelimun yang berbaris tergesa-gesa dengan jumlah sedemikian banyak, jamaah kerap lupa mengamati sekelilingnya. Namun jika mereka awas, di jalur menuju jamarat dari Makkah tersebut, terdapat salah satu saksi bisu bagaimana awalnya Islam bisa jadi kekuatan pendamai di tengah wilayah yang sedemikian lama diguncang konflik.

Jamaah memandangi Masjid Bai'ah di tepian Makkah. (wikimedia commons)
Jamaah memandangi Masjid Bai'ah di tepian Makkah. (wikimedia commons)

Bangunan yang ukurannya hanya sekitar tujuh kali 10 meter itu sederhana saja. Ia dikelilingi tembok sewarna pasir tanpa atap. Hanya sepetak mihrab dan pelataran yang tertutupi debu. Tembok di bagian yang menghadap kiblat yang dihiasi semacam kuncup-kuncup di bagian atasnya.

Pada bagian dalamnya, antara mihrab dan pelataran, dipisahkan oleh lima lengkung. Di bagian depannya terdapat mihrab dengan sajadah merah. Pagar besi hitam mengelilingi bangunan yang hampir selalu terkunci itu. Di salah satu bagian luar tembok, ada sekutip bagian bata hitam tak bercat yang diukir kaligrafi bergaya kufi, menunjukkan bahwa bangunan itu bukan barang baru.

Lokasinya tak jauh dari bukit dengan penanda batas dimulainya wilayah Mina. Jika berjalan kaki dari arah Makkah, ia berada di sisi kiri jalan masuk utama ke Jumrah Aqabah. Di depan masjid itu, di tepi jalan, ada deretan keran air minum. Bangunan itu sekitar tiga ratus ratus meter ke arah barat dari Jumrah Aqabah.

Alkisah, menurut sirah Ibn Ishaq dan sejumlah periwayat lainnya, setahun setelah berpulangnya Khadijah dan Abu Thalib, kondisi Rasulullah dan umat Islam kian tertekan di Makkah. Upayanya mencari lokasi berhijrah di Thaif tak mendapat sambutan hangat, alih-alih Rasulullah harus melarikan diri dari lemparan batu penduduk di daerah dataran tinggi tersebut.

Kemudian datang satu hari pada musim haji sekitar 620 Masehi, saat beliau bersirobok dengan enam jamaah dari Yatsrib yang sedang berdiam di wilayah Aqabah, Makkah. Rasulullah kemudian mendakwahi mereka dengan ayat-ayat Alquran dan ajaran dasar Islam dan berhasil membuat para pendatang itu memeluk Islam.

Masjid Bai'ah dari bagian belakang. (istimewa)
Masjid Bai'ah dari bagian belakang. (istimewa)

Keenam orang itu berasal dari suku Khazraj yang tinggal di Yatsrib, sebuah kota pertanian yang terletak sekitar 320 kilometer ke utara Makkah. Di kota itu, tinggal juga suku besar lainnya, yakni Aws dari bangsa Arab; dan Qaynuka, Nadir, serta Qurayza dari bangsa Yahudi.

Seratus tahun lebih, Suku Khazraj dan Aws terlibat saling perang. Sementara suku-suku Yahudi berganti-ganti aliansi dengan mereka. Perang-perang yang banyak menimbulkan kematian serta dendam, dan membuat tak mungkin memilih salah satu dari suku-suku itu jadi pemimpin utama di Yatsrib.

Setahun setelah pertemuan, lima dari enam yang menerima Islam di Aqabah mengajak lagi tujuh lainnya dari Yatsrib. Dua belas orang itu kemudian meneguhkan keyakinan soal Keesaaan Allah, dan berjanji tak melakukan dosa-dosa seperti mencuri, berzina, dan membunuh. Rasulullah lalu mengirim Mus’ab bin Umayr bersama mereka ke Yatsrib untuk mengajarkan Islam.

Dakwah Mus’ab berhasil, puluhan di Yatsrib dengan tangan terbuka menyambut Islam. Sebagian sejarawan menilai, kedekatan suku-suku di Yatsrib dengan ajaran Yahudi suku-suku lainnya membuat mereka tak asing dengan ajaran Islam dan sedianya sudah terbuka hatinya pada tawhid. Tapi tak hanya secara spiritual, suku-suku Arab di Madinah juga melihat secercah jalan keluar dari konflik berdarah-darah mereka yang sudah menahun pada ajaran Islam dan pada diri Muhammad SAW.

Akhirnya, pada 622 Masehi, sebanyak 75 orang berangkat bersama Mus’ab dari Yatsrib ke Makkah, lagi-lagi pada musim haji. Rombongan itu terdiri dari 73 lelaki dan dua perempuan.

Salah satu di antara perempuan yang ikut serta adalah Nusaibah binti Ka'ab alias Ummu Imarah yang datang bersama suaminya Zaid bin Ashim, dan dua putra mereka. Ummu Imarah nantinya terbukti sebagai salah satu perempuan paling berani dalam Islam dan jadi pelindung Rasulullah di perang Uhud.

Mereka menemui Rasulullah di tempat yang sama pada tahun sebelumnya, dan menyatakan diri masuk Islam sekaligus berbaiat kepada Muhammad SAW. Tak hanya itu, mereka juga mengundang Rasulullah dan umat Islam di Makkah ke Yatsrib bersama mereka untuk jadi penengah.

Syaratnya, Rasulullah diminta setia tak meninggalkan mereka di kemudian hari. Sembari tersenyum, Rasulullah menjawab “Aku adalah bagian dari kalian dan kalian adalah bagian diriku. Akan kuperangi orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan orang yang kalian ajak berdamai”.

Baiat tersebut dan peristiwa hijrah yang menyusul kemudian jadi salah satu tonggak utama sejarah mula Islam. Hingga saat ini, umat Islam masih menghitung tahun mereka dimulai dari peristiwa hijrah tersebut. Sementara di Madinah, nama yang kemudian disematkan pada Yatsrib, Rasulullah berhasil menyatukan suku-suku Arab, mengenyahkan bahaya pengkhianatan suku-suku Yahudi, dan membentuk pondasi penyebaran Islam yang akan meluas mencakupi wilayah-wilayah di Asia, Afrika, bahkan Eropa.

Nah, masjid sederhana di dekat Jamarat Aqabah yang dilewati jamaah di atas adalah lokasi kedua baiat tersebut. Ia pertama kali dijadikan masjid oleh Khalifah Abbasiyah Ja’far Al Mansur pada pertengahan abad ke-8. Bangunan saat ini masih menyerupai bangunan awalnya meski sempat direnovasi Sultan Utsmaniyah Majeed Khan pada pertengahan abad ke-13.

Uniknya, menurut kisah warga tempatan, masjid ini sempat lama tak nampak karena tertimbun bebatuan dari bukit-bukit di sekitarnya. Ia baru terungkap saat dilakukan pembangunan kompleks jamarat pada 2006 silam. Agaknya hal itu menjelaskan mengapa bangunan ini diapit dua jalan aspal di kanan-kirinya, jadi semacam pulau di lintasan jalan raya. Berdiri di tengah-tengah lautan massa dari berbagai ras dan bangsa-bangsa yang setidaknya pada momen itu disatukan keimanan terhadap ajaran yang disampaikan Rasulullah. []

Baca Juga:

Kelahiran Rasulullah yang Penuh Cahaya

Datang Bayi Muhammad, Suburlah Desa Bani Sa'd

Perawakan Mulia Rasulullah SAW

Kisah Baitullah dan Rasulullah

Muhammad SAW Sang Pedagang Ulung

Rumah Cinta Rasulullah dan Khadijah

Kisah Rasulullah di Bukit Cahaya

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

Kategori

× Image