Dari Mana Rasulullah Bertolak Isra-Miraj

Sejarah  

Assalamualaikum, pembaca yang budiman. Bulan Maulid kembali tiba, terkait hal itu, kami punya ikhtiar meyampaikan secara berseri riwayat mulia Baginda Rasulullah (semoga kedamaian selalu untuknya). Selamat membaca!

Ramainya jamaah haji yang memadati Masjidil Haram seakan tak pernah jadi halangan bagi para pekerja kebersihan di tempat tersebut menjalankan kerja mereka. Dengan seragam hijau, mereka kerap nampak sedang menyapu dan terlihat memoles bagian tertentu di Masjidil Haram.

Pada awal September 2018 lalu, saya menemukan empat di antara mereka tengah memoles salah satu tiang di bagian kiri tangga masuk dari Babul Malik Abdulaziz. Alih-alih bekerja sendiri memoles pilar-pilar di bagian itu, mereka berkonsentrasi melap satu per satu tiang di wilayah itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sementara di baris kedua tiang di sebelah kiri pintu masuk itu, nampak juga seorang jamaah menyandarkan kepalanya dengan khidmat sambil berdoa. Ketika saya tanyai, jamaah lanjut usia tersebut memberikan isyarat dengan jari telunjuk ditangkupkan ke bibirnya, ia seperti menyimpan rahasia.

Lokasi di samping bagian barat Gerbang Malik Abdulaziz di Masjidil Haram, Makkah, Ahad (2/9). (Fitriyan Zamzami/Republika)
Lokasi di samping bagian barat Gerbang Malik Abdulaziz di Masjidil Haram, Makkah, Ahad (2/9). (Fitriyan Zamzami/Republika)

Seperti para petugas kebersihan di Masjid al-Haram, jamaah tersebut berasal dari Asia Selatan. Ia dari Pakistan, dan para petugas dari Bangladesh.

Adalah pemandangan yang jamak selama musim haji bahwa jamaah dari kawasan tersebut nampak memenuhi situs-situs bersejarah, seperti kuburan atau masjid di luar Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi.

Pada 1925, saat Kerajaan Saudi mulai meratakan tempat-tempat bersejarah, sempat ada aksi unjuk rasa besar-besaran di Lucknow, India memprotes tindakan tersebut. Aksi yang kemudian diikuti para kiai dari Indonesia dengan membentuk Komite Hejaz, cikal bakal Nahdlatul Ulama, setahun setelahnya. Seperti para ulama India, Komite Hejaz saat itu juga memohon Kerajaan Saudi menghentikan pembongkaran tempat-tempat bersejarah.

Dari sejarah panjang itu, jika menengok jamaah dari kawasan Asia Selatan berkerumun di suatu tempat di Tanah Suci, biasanya ada cerita soal tempat terkait. Nah, apa kisah soal wilayah di sebelah barat gerbang Malik Abdulaziz yang letaknya sekitar 15 meter dari Ka'bah tersebut?

Ibn Ishaq pada abad ke-delapan menuturkan, pada suatu malam setelah Rasulullah kehilangan Khadijah yang wafat pada sekitar 621 Masehi, Rasulullah tertidur di sebelah utara Ka'bah, sebagian meriwayatkan di bagian Hijr Imail, wilayah di dalam tembok setengah lingkaran yang dahulu disebut merupakan bagian dari bangunan lama Ka’bah. Bukan hanya berpulangnya Khadijah yang membuat Rasulullah nelangsa saat itu. Tak lama berselang, pamannya Abu Thalib wafat. Rasulullah kini sama sekali tanpa perlindungan tetua suku di Makkah.

Selepas tengah malam malaikat Jibril membangunkan Rasulullah dengan menendangnya perlahan. Setelah terbangun, Rasulullah kemudian digandeng Jibril ke gerbang utama menuju Ka'bah. “Kemudian aku melihat seekor binatang berwarna putih, seukuran bagal atau keledai dengan dua sayap menutupi kaki belakangnya. Kaki depannya merentang sejauh mata memandang,” tulis Ibn Ishaq mengutip keterangan yang menurutnya datang dari Rasulullah sendiri.

Dari situ, sembari menunggangi Buraq, Rasulullah memulai perjalanan menakjubkannya ke Masjid al-Aqsa di Palestina, kemudian bercengkerama dengan rasul-rasul terdahulu, dan kemudian menembus lapisan-lapisan langit.

Kompleks Masjid al-Aqsha. (wikimedia commons)
Kompleks Masjid al-Aqsha. (wikimedia commons)

Rasulullah kemudian dalam hadits shahih menuturkan perawakan nabi-nabi terdahulu. Ia menuturkan bertemu dengan Adam Alaihissalam yang disebutnya memancarkan kemurnian manusia. Kemudian Yusuf yang ketampanannya seperti bulan di antara bintang gemintang. Bertemu Harun dengan janggutnya yang lebat dan tampan.

Ia menuturkan bertemu dengan Ibrahim, kekasih Allah yang menegakkan tonggak tauhid. “Di antara putra-putranya, aku yang paling mirip dengan perawakannya,” sabda Rasulullah.

Rasulullah juga menuturkan bertemu dengan Isa bin Maryam sang penerima Injil. “Tingginya sedang, kulitnya kemerahan, berdada bidang, rambutnya ikal, seperti baru keluar dari pemandian,” tutur Rasulullah.

Ia juga menemui Musa, nabi kaum Yahudi. “Kulitnya kecoklatan, rambutnya lurus, tubuhnya tinggi, seperti orang-orang dari Az-Zutt,” kata Rasulullah. Pertemuan-pertemuan tersebut seperti menegaskan bahwa Islam adalah kelanjutan dan penyempurnaan dari wahyu-wahyu terdahulu.

Rasuullah juga mengabarkan bertemu para malaikat, menyaksikan sekutip surga dan neraka, kemudian dibawa ke Sidratul Muntaha, pohon agung di ujung realitas. Aisyah, istrinya sempat bertanya jauh selepas kejadian itu, “apakah engkau bertatap muka dengan Allah?”. Rasulullah menjawab, ia hanya berhadapan dengan cahaya yang gemilang.

Umat Islam di Asia Selatan dan Asia Tenggara, juga Turki dan Afrika hingga saat ini masih merayakan kejadian tersebut setiap 27 Rajab pada penanggalan Hijriyah.

Perjalanan malam itu, menurut berbagai riwayat, dimulai dari kunjungan Rasulullah ke kediaman Fakhitah binti Abi Thalib, kakak dari Ali dan Ja’far. Perempuan yang merupakan sepupu Nabi Muhammad SAW tersebut lebih dikenal dengan panggilannya, Umm Hani. Ia tinggal di rumah tersebut bersama suaminya Hubayra bin Abi Wahb. yang belum ber-Islam.

Diriwayatkan Ibn Ishaq, saat itu Rasulullah sempat melaksanakan shalat malam di rumah Umm Hani karena kedekatannya dengan keluarga tersebut. Kemudian tengah malam menjelang, beliau menuju Ka’bah. Saat itulah kemudian Rasulullah dibangunkan malaikat Jibril dan digandeng dan menemukan Buraq tertambat tak jauh dari lokasinya tidur-tiduran di dekat Ka’bah tersebut.

Umm Hani adalah salah satu orang yang dikutip perawi hadits terkait penuturan Rasulullah soal kisah perjalanan ajaibnya. Ia sempat meminta Rasulullah tak menuturkan kisah serupa pada warga Makkah karena khawatir dengan respons mereka, namun Rasulullah bergeming.

Pada masa kekuasaan Turki Utsmani di Makkah, rumah Umm Hani sudah tak berdiri. Di lokasi itu sempat didirikan sebuah pilar persegi delapan untuk membedakan dengan pilar-pilar marmer bundar di sekitarnya. Sebelum perluasan Masjid al-Haram, pilar itu berdiri di samping kiri bagian atas anak tangga menuju lokasi tawaf.

Jika ditarik garis lurus ke arah barat daya seturut kemiringan bangunan utama Masjidil Haram, lokasi itu persis menuju gerbang nomor 29. Nama gerbang itu, tak lain dan tak bukan, Gerbang Umm Hani.

Saat ini, hampir seluruh pilar di lokasi tersebut dari marmer bundar. Hanya satu, di baris kedua, yang berdiri janggal. Ia berwarna abu-abu tak terpoles putih dan nampak lebih tua dari pilar-pilar lainnya. Ada semacam cincin persegi delapan di beberapa segmen pilar tersebut. Pilar itu juga memiliki delapan sisi, tak bulat seperti yang lain. Apakah di situ juga Buraq pernah ditambatkan? Waalahu‘alambisshawab.

Yang disepakati umat Islam, dalam perjalanan malam itu Rasulullah menerima perintah menjalankan shalat lima waktu. Abu Dawud dalam sunan-nya mengutip keterangan Ibn Abbas menuturkan bahwa Jibril kemudian mengajarkan Rasulullah tata cara melaksanakan shalat dimulai dengan shalat zhuhur selepas matahari tergelincir di atas Makkah. Kemudian secara berurutan Jibril membimbing Rasulullah melaksanakan shalat pada waktu-waktu yang kita ketahui saat ini hingga subuh keesokan harinya.

Setidaknya dua kali bimbingan oleh Jibril tersebut dilaksanakan dekat Ka'bah. Ibn Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj menunjukkan, lokasi Jibril mengimami Rasulullah itu kira-kita dekat tembok bagian timur Ka'bah, di sebelah utara pintu Ka'bah, bersisian dengan Maqam Ibrahim.

Lokasi Mudhala Jibril di kaki Ka'bah. (Fitriyan Zamzami/Republika)
Lokasi Mudhala Jibril di kaki Ka'bah. (Fitriyan Zamzami/Republika)

Saat ini, tanda lokasi tersebut masih ada, meski agak tersembunyi. Beberapa meter dari pintu Ka'bah ke arah utara, tepat di bagian bawah tembok Ka'bah, ada semacam undakan. Di undakan tersebut, ada sejumlah pecahan marmer merah kecoklatan yang ditempelkan tak beraturan.

Kebanyakan jamaah yang mengunjungi Ka'bah kerap lebih sibuk berupaya mencium Hajar Aswad atau meraih pintu Ka'bah dan mengabaikan lokasi tersebut. Pada satu hari di penghujung musim haji 2018 lalu, hanya seorang jamaah berparas Hadramaut saya temui sedang sesenggukan enggan pindah dari lokasi itu. “Mushala Jibril,” kata dia menerangkan nama titik tersebut saat saya tanyai.

Shalat yang diajarkan Jibril pada Rasulullah kala itu, lengkap dengan gerakan berdiri, rukuk, sujud, dan sebagainya, akhirnya jadi salah satu pilar agama Islam. Dalam skala yang akbar, jadi perlambang yang ampuh soal kesatuan umat Islam.

Ia adalah ritual yang dilakukan dalam bahasa yang sama oleh miliaran Muslim-Muslimah seantero dunia terlepas aliran dan mazhab mereka. Gerakan yang serupa pada waktu yang seragam di wilayah masing-masing, mengarah ke satu saja titik kiblat di muka bumi. Dalam keheningan di rumah masing-masing, bersama komunitas lokal di mushala kampung, maupun dalam jumlah besar di masjid-masjid agung.

Sementara secara individual, ia memberikan akses spiritual tanpa perantara bagi Muslim-Muslimah kepada Rabb mereka. Imam shalat semata penjaga keseragaman gerakan, bukan penghubung antara masing-masing jamaah dengan Allah. Dalam hal ini, shalat jadi revolusioner. Karena ibadah tersebut, juga agama Islam secara keseluruhan, tak membutuhkan sistem kependetaan yang sedemikian mengakar pada agama-agama lain. []

Baca Juga:

Kelahiran Rasulullah yang Penuh Cahaya

Datang Bayi Muhammad, Suburlah Desa Bani Sa'd

Perawakan Mulia Rasulullah SAW

Kisah Baitullah dan Rasulullah

Muhammad SAW Sang Pedagang Ulung

Rumah Cinta Rasulullah dan Khadijah

Kisah Rasulullah di Bukit Cahaya

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

Kategori

× Image