Sains

Era Keemasan Baru Ilmuwan Muslimah

Sejak awal mula Islam, sejumlah perempuan sedianya telah memelopori penguasaan ilmu pengetahuan di berbagai bidang. Tak seperti klaim profesor tertentu belakangan, "perempuan-perempuan gurun" ini sama sekali tak tertutup pikirannya.

Pada masa modern sejak berakhirnya kolonialisme, terjadi ledakan kesertaan Muslimah dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Kesetaraan pendidikan di berbagai negara mayoritas Muslim membuat jumlah saintis Muslimah sukar dikerucutkan dalam daftar pendek.

Merujuk survei Science in the Universities of Muslim World (2015), di sejumlah negara Muslim, persentase perempuan yang mengejar gelar profesor dan doktor di bidang sains bahkan melampaui rekan lelaki mereka. Diantaranya Indonesia (51 persen), Qatar (87 persen), Bahrain (66 persen), dan lainnya. Sementara prosentase peneliti perempuan di sejumlah negara juga melampaui rerata dunia pada 30 persen. Misalnya di Malaysia (48 persen), Iran (60 persen), Turki (35 persen), dan lainnya. Belum lagi menghitung para Muslimah yang mencapai puncak keilmuan di negara-negara mayoritas non-Muslim.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ilustrasi peneliti muslimah. (Raisan al-Farisi/Antara)
Ilustrasi peneliti muslimah. (Raisan al-Farisi/Antara)

Bisa dikatakan, capaian keilmuan perempuan Muslimah pada masa kini, jauh dari asumsi Islamofobik sejumlah pihak, adalah sebuah gambaran yang cemerlang. Maria Charles and Karen Bradley dari Universitas California bahkan menemukan paradoks bahwa terlepas dari citra di media, secara rata-rata negara-negara Muslim menghasilkan insinyur perempuan dalam persentase yang lebih besar ketimbang sejumlah negara-negara Barat.

Tren tersebut membuat upaya mendaftar singkat para ilmuwan Muslimah jadi kerja yang hampir mustahil. Perlu buku yang sangat tebal untuk melengkapi daftar tersebut.

Bagaimanapun, berikut sedikit saja di antara begitu banyak para ilmuwan tersebut yang bisa dianggap pionir, paling berpengaruh dan capaiannya berpengaruh bagi dunia dan komunitas tempat mereka mengabdi.

Tri Mumpuni (Indonesia)

Tri Mumpuni masuk dalam daftar 22 Ilmuwan Muslim Paling Berpengaruh di Dunia tahun 2021. Tri Mumpuni yang lahir di Semarang pada 6 Agustus 1964 yang merupakan alumni IPB University adalah ilmuwan pembangkit listrik tenaga mikro hidroelektrik. Ilmunya sudah diterapkan di 65 desa seluruh Indonesia dan satu desa di Filipina melalui Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA).

Tri Mumpuni. (Dok Republika)
Tri Mumpuni. (Dok Republika)

Adi Utarini (Indonesia)

Prof Utarini adalah peneliti dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada. Ia dianugerahi penghargaan 10 peneliti paling berpengaruh di dunia oleh jurnal ilmiah Nature atas penelitiannya tentang pengurangan demam berdarah dengue melalui intervensi nyamuk ber-Wolbachia pada 2020. Sementara majalah Time menyertakan Adi Utarini dalam daftar 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia pada 2021.

Adi Utarini. (dok pribadi)
Adi Utarini. (dok pribadi)

Witri Wahyu Lestari (Indonesia)

Witri Wahyu Lestari adalah salah satu penerima anugerah pertemuan tahunan American Association for the Advancement of Science (AAAS), di Amerika Serikat pada 2019. Witri Wahyu Lestari yang lulus dari Universitas Sebelas Maret menerima penghargaan untuk penelitiannya tentang kimia organologam dan koordinasi. Penelitiannya berfokus pada bahan canggih yang memiliki aplikasi luas di berbagai bidang seperti magnet molekuler, pemisahan dan penyimpanan gas, sintesis dan pengiriman obat selektif, serta perlindungan lingkungan.

Witri Wahyu Lestari. (dok UNS)
Witri Wahyu Lestari. (dok UNS)

Jackie Ying (Singapura)

Ilmuwan teknologi nano ini masuk daftar 100 Insinyur Ternama Masa Modern. Perempuan 56 tahun kelahiran Taiwan yang besar di Singapura ini memiliki ratusan paten di bidang teknologi nano. Ia merupakan peraih gelar profesor termuda di universitas teknik nomor wahid dunia, Massachusetts Institute of Technology (MIT) di usia 36 tahun.

Pada masa pandemi belakangan, ia juga tak tinggal diam. Profesor Jackie Ying adalah pimpinan Lab NanoBio, perusahaan sains, teknologi, dan penelitian yang menemukan alat rapid test Covid-19.

Jackie Ying. (NanotechItaly2013)
Jackie Ying. (NanotechItaly2013)

Hayat Sindi (Arab Saudi)

Dokter kelahiran Makkah, Arab Saudi 54 tahun lalu ini terkenal atas penelitiannya terkait metode pemeriksaan medis dengan metode point-of-care, serta di bidang bioteknologi. Ia merupakan salah satu perempuan pertama dalam Majelis Syura Saudi dan masuk 100 perempuan berpengaruh versi BBC.

Sarah al-Amiri (Uni Emirat Arab)

Sarah al-Amiri yang lahir pada 1987 dan besar di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, merupakan Muslim pertama sepanjang sejarah yang memimpin misi luar angkasa. Pada 2020, misi pemberangkatan pesawat tanpa awak untuk memantau cuaca di Planet Mars yang ia pimpin itu bertolak menuju Mars.

Sarah al-Amiri. (REUTERS/Christopher Pike)
Sarah al-Amiri. (REUTERS/Christopher Pike)

Pada 9 Februari 2021, pesawat itu berhasil mengorbit planet merah tersebut. Hasil pantauan misi itu disebut akan sangat krusial terkait upaya menempatkan koloni di Mars. Ia menjabat ketua Badan Antariksa UEA Mohammed Bin Rashid Space Center (MBRSC) pada usia yang amat muda, yakni 33 tahun. Ia masuk 100 Perempuan Paling Berpengaruh BBC pada 2020 dan masuk daftar serupa dari majalah Time pada 2021.

Rana Dajani (Yordania/Palestina)

Dajani adalah salah satu cendekiawan Arab paling berpengaruh. Ia masuk peringkat nomor 13 dalam daftar '100 Wanita Arab Paling Kuat di Dunia'.

Rana Dajani. (UNESCO)
Rana Dajani. (UNESCO)

Area penelitian inti Rana meliputi biologi molekuler, genetika, dan sel punca. Studi asosiasi genomnya yang luas tentang diabetes dan kanker pada sel induk di Yordania mengarah pada pengembangan kerangka kerja Hukum Etika Penelitian Sel Induk di negara tersebut.

Ameenah Gharib Fakim (Mauritius)

Tidak hanya dia seorang doktor PhD, dia juga presiden wanita pertama Mauritius. Selain mendapatkan gelar PhD dalam Kimia Organik, ia menjadi orang pertama yang menyelesaikan inventaris penuh tanaman obat dan aromatik Pulau Mauritius dan Rodriguez. Dia adalah penulis lebih dari 28 buku yang digunakan sebagai referensi oleh mahasiswa dan peneliti.

Ameenah Gharib Fakim. (TED)
Ameenah Gharib Fakim. (TED)

Bina Shaheen Siddiqui (Pakistan)

Prof Bina adalah sarjana PhD dari Universitas Karachi dalam bidang kimia organik. Ia memberikan sejumlah kontribusi signifikan pada pertanian obat-obatan melalui studinya di bidang bahan tanaman. Setelah menulis lebih dari 250 makalah penelitian, ia memegang beberapa penghargaan dan penghargaan ilmiah yang luar biasa termasuk Penghargaan Internasional Khwarizmi Iran bersama Penghargaan Salam dalam Kimia. Ia juga termasuk 500 tokoh Muslim paling berpengaruh.

Prof Bina Shaheen Siddiqui. (istimewa)
Prof Bina Shaheen Siddiqui. (istimewa)

Khatijah Mohamad Yusoff (Malaysia)

Khatijah adalah salah satu ahli bidang mikrobiologi ternama. Penelitiannya saat ini adalah pada pengembangan reagen terapeutik dan diagnostik dari NDV (Newcastle Disease Virus), penyakit virus menular dan fatal yang mempengaruhi sebagian besar spesies burung.

Khatijah Mohamad Yusoff. (Dok Monash University Malaysia)
Khatijah Mohamad Yusoff. (Dok Monash University Malaysia)

Khatijah dianugerahi Penghargaan Carlos Finlay UNESCO untuk mikrobiologi pada 2005, ilmuwan Asia kedua yang menerima penghargaan semacam itu. Ia juga menerima Penghargaan Alumni Terhormat dari almamaternya, Universitas La Trobe, orang kesembilan yang menerima penghargaan ini dari lebih dari 120.000 alumninya.

Anousheh Ansari (Iran/Amerika Serikat)

Anousheh merupakan ilmuwan dan pengusaha kelahiran Iran yang merupakan Muslimah pertama yang pergi ke luar angkasa. Ia ikut serta dalam penebangan antariksa melalui Space Adventures, Ltd., sebuah perusahaan wisata antariksa.

Anousheh Ansari. (istimewa)
Anousheh Ansari. (istimewa)

Ansari memperoleh gelar sarjana dalam bidang elektronika dan teknik komputer dari Universitas George Mason di Virginia pada tahun 1988 dan gelar master dalam bidang teknik elektro dari Universitas George Washington, Washington, sambil bekerja penuh waktu di MCI Communications.

Tahani Amer (Mesir/Amerika Serikat)

Tahani merupakan Muslimah pertama yang bekerja di Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA). Pada usia 17 tahun, Amer menikah dan pindah ke Amerika sembari mengejar gelar dalam bidang matematika. Pada 1992, saat masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi, Amer mulai bekerja di NASA untuk proyek Computational Fluid Dynamics (CFD).

Aisha Elsafty (Mesir)

Aisha Elsafty adalah ilmuwan komputer Mesir pada tahun terakhir penelitian PhD-nya di Universitas Cambridge. Dia mengkhususkan diri dalam 'Jaringan AdHoc' yang melibatkan koneksi komputer, ponsel, dan perangkat komputasi lainnya melalui teknologi nirkabel yang digunakan untuk membangun jaringan di lingkungan yang dinamis dan menantang, seperti daerah bencana dan negara berkembang.

Aisha Elsafty. (emel.com)
Aisha Elsafty. (emel.com)

Rim Turkmani (Suriah)

Rim Turkmani adalah astrofisikawan Suriah. Dia mengambil gelar BSc di bidang Teknik Elektro di Universitas Damaskus, dan belajar Magister Fisika dan PhD berikutnya dalam Astrofisika di Universitas Chalmers, Swedia. Penelitiannya saat ini adalah dengan Space and Atmospheric Physics Group di Departemen Fisika Imperial College, London.

Rim Turkmani. (syiriaconstitution.org)
Rim Turkmani. (syiriaconstitution.org)

Turkmani bekerja pada fisika korona matahari, yakni lingkaran cahaya di sekitar matahari. Ia mencoba untuk lebih memahami dan memprediksi dinamika pelepasan energi ledakan permukaan matahari, yang dikenal sebagai jilatan api matahari.

Sameena Shah (India)

Sameena Shah adalah Ilmuwan Riset Senior di Thomson Reuters, New York. Dia adalah pemenang 2009 Google India Women in Engineering Award. Shah bekerja secara ekstensif dalam Artificial Intelligence.

Sameena Sah. (researchgate)
Sameena Sah. (researchgate)

Dia mempresentasikan algoritma dalam pembelajaran kognitif terkomputerisasi yang dia dan tim rekannya kembangkan di IIT Delhi, India.

Artikel terkait:

Para Pelopor Ilmuwan Muslimah

Ilmuwan Muslimah Abad Keemasan

Pendidik Muslimah di Masa Kolonial

Berita Terkait

Image

Bagaimana Islam Mendorong Sains?

Image

Saat Ilmuwan Barat Belajar dari Muslim

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.