Penaklukkan Bersejarah Pasukan Muslim
Sudah jamak dalam sejarah, penaklukkan-penaklukkan militer kerap diikuti dengan pembantaian massal warga sipil daerah yang ditaklukkan. Penaklukkan Mongol atas Baghdad, misalnya, membuat Sungai Tigris merah darah dan hitam kaena tinta.
Di masa belakangan, ada penaklukkan Afghanistan dan Iraq oleh Amerika Serikat dan sekutunya yang hingga kini menimbulkan korban jiwa sedikitnya ratusan ribu jiwa
Dalam hal itu, mari menengok bagaimana umat Islam terdahulu bersikap terkait penaklukan kota-kota penting. Berikut diantaranya.
Fathul Makkah (629-630 M)
Sejarah mencatat, pasukan Muslim yang dipimpin Rasulullah menaklukkan Makkah nyaris tanpa pertumpahan darah. Semua orang kecuali segelintir yang tak habis dihitung dengan sebelah tangan saja, diampuni dan diberi perlindungan. Para petinggi Makkah kemudian masuk Islam dan jadi bagian umat.
Penaklukan Yerusalem I (636-637 M)
Di bawah Khalifah Umar bin Khattab, Baitul Maqdis direbut dari Bizantium setelah pengepungan tak berdarah selama empat bulan. Umar kemudian mengeluarkan surat jaminan keamanan bagi umat Kristiani dan berjanji tak merusak gereja-gereja, serta membolehkan kembali bangsa Yahudi tinggal di Yerusalem.
Melihat lokasi Kuil Sulaiman dipenuhi sampah dengan sengaja oleh penduduk Yerusalem saat itu, Umar membersihkan dengan tangannya sendiri.
Penaklukkan Mesir (640 M)
Penaklukkan Afrika Utara oleh pasukan Muslim yang dipimpin Amr bin Ash berjalan mulus didukung warga setempat yang menderita di bawah kekuasaan Romawi. Seperti penaklukkan lain kala itu, tak ada pemaksaan perpindahan agama terbukti dari gereja Kristen Koptik di Mesir yang masih bertahan hingga kini.
Penaklukan Semenanjung Iberia (711 M)
Pasukan Muslim mulanya diundang Raja Julien yang beragama Kristen untuk mengenyahkan penguasaan Visigoth di wilayah ini. Dari titik itu hingga akhirnya seluruh Muslim diusir, berlangsung "convivencia" alias era kerukunan Muslim-Kristiani-Yahudi.
Penaklukkan Yerusalem II (1187 M)
Salahuddin Al Ayyubi berhasil kembali merebut kota ini melalui pengepungan tanpa banyak korban jiwa, kontras dengan pembantaian massal oleh Pasukan Eropa pada 1099. Umat Kristiani penduduk asli dibolehkan tinggal sementara pendatang dari Eropa dipulangkan setelah membayar tebusan.
Penaklukan Konstantinopel (1453 M)
Sultan Mehmed II alias Muhammad al-Fatih mengizinkan pasukan melakukan penjarahan selama tiga hari setelah kota ini direbut, menimbulkan tak sedikit korban jiwa. Tapi sejarawan mengenang bahwa warga sipil diperlakukan lebih baik ketimbang saat Pasukan Eropa Barat menjarah kota ini pada abad ke-13.
Sumber: Pusat Data Republika