Para Jenius Muslim Zaman Now, ada Pak Habibie Lho
Soal kebolehan ilmuwan Muslim pada masa keemasan Islam sudah bukan rahasia lagi. Selama ratusan tahun telaahan dan penemuan para pemikir tersebut telah mengantarkan dunia pada masa pencerahan dan teknologi seperti sekarang.
Setelah itu, khazanah keilmuan Islam disebut mandek karena banyak sebab seperti konflik dan penjajahan. Belakangan dengan demokratisasi ilmu pengetahuan dan globalisasi, muncul kembali pemikir-pemikir sains terkemuka dari kalangan Muslim dan Muslimah.
Berikut sebagian saja dari para ilmuwan Muslim di zaman modern tersebut.
Sarah al-Amiri
Sarah al-Amiri yang lahir pada 1987 dan besar di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, merupakan Muslim pertama sepanjang sejarah yang memimpin misi luar angkasa. Pada 2020, misi pemberangkatan pesawat tanpa awak untuk memantau cuaca di Planet Mars yang ia pimpin itu bertolak menuju Mars.
Pada 9 Februari 2021, pesawat itu berhasil mengorbit planet merah tersebut. Hasil pantauan misi itu disebut akan sangat krusial terkait upaya menempatkan koloni di Mars.
Ia menjabat ketua Badan Antariksa UEA Mohammed Bin Rashid Space Center (MBRSC) pada usia yang amat muda, yakni 33 tahun. Ia masuk 100 Perempuan Paling Berpengaruh BBC pada 2020 dan masuk daftar serupa dari majalah Time pada 2021.
Jackie Ying
Ilmuwan teknologi nano ini masuk daftar 100 Insinyur Ternama Masa Modern. Perempuan 56 tahun kelahiran Taiwan yang besar di Singapura ini memiliki ratusan paten di bidang teknologi nano. Ia merupakan peraih gelar profesor termuda di universitas teknik nomor wahid dunia, Massachusetts Institute of Technology (MIT) di usia 36 tahun.
Pada masa pandemi belakangan, ia juga tak tinggal diam. Profesor adalah pimpinan Lab NanoBio, perusahaan sains, teknologi, dan penelitian yang menemukan alat rapid test Covid-19.
Ia masuk Islam pada 2001 setelah terpesona dengan ayat-ayat Alquran. Saat itu, pada usia 30 tahun, ia mulai membaca soal agama Islam. Dalam kesimpulannya, Islam menurut Profesor Ying merupakan agama yang sederhana dan masuk akal.
Ugur Sahin
Pria warga Jerman keturunan Turki ini bersama istrinya Ozlem Tureci merupakan pendiri perusahaan farmasi BioNTech. Perusahan itu bergerak di bidang penelitian kanker dan imunologi.
Tiba pandemi, ia mengalihkan sumberdaya perusahaan guna mengembangkan vaksin Covid-19 bekerja sama dengan Pfizer. Vaksin buatannya akhirnya jadi yang pertama diakui keampuhannya.
Bahkan sebelum temuan vaksin itu, Sahin telah diganjar Mustafa Award, penghargaan bagi ilmuwan Muslim pada 2017. Belakangan, pada 2021, ia dinyatakan sebagai “Man of the Year” dalam sebuah publikasi tahunan oleh Royal Islamic Strategic Studies Center (RISSC) yang berbasis di Yordania.
BJ Habibie
Hanya sedikit saintis yang berhasil menduduki jabatan presiden suatu negara. BJ Habibie, seorang putra Sulawesi Selatan salah satunya. Ia secara khusus memelajari ilmu penerbangan untuk mengembangkan pesawat buatan Tanah Air.
Pada 1960, saat bersekolah di Jerman, ia menemukan teori soal rambatan retakan pada sambungan antara badan pesawat dan sayap pesawat terbang. Ia kemudian merancang solusi untuk mengatasi rekahan itu yang masih digunakan di industri penerbangan dunia hingga saat ini.
Pada 1995, pesawat rancangannya yang dikerjakan sepenuhnya oleh insinyur Tanah Air bernama N-250 Gatotkaca akhirnya mengudara. Ia wafat pada 2019 dengan penghormatan dari seluruh dunia.
Ahmed Zewail
Ilmuwan kelahiran Mesir ini menjalani profesi akademiknya di Amerika Serikat. Penghargaan Nobel Kimia tahun 1999 dianugerahkan kepada Ahmed Zewail untuk studi-studinya dari keadaan transisi reaksi kimia memakai spektroskopi femtosecond.
Penelitian atas reaksi kimia dilevel atomik itu membautnya diganjar julukan Bapak Femtochemistry. Ia merupakan keturunan Afrika kedua yang diganjar Nobel Ilmu Pengetahuan.
Aziz Sancar
Aziz Sancar juga merupakan ilmuwan bilogi molekuler Muslim asal Turki yang berhasil meraih penghargaan Nobel Kimia. Ia diganjar atas kerjanya bersama dua ilmuwan lain terkait penjelasan metode pemulihan DNA (DNA repair) secara mekanistik.
Ia adalah salah satu penggagas teori Jam Circadian. Teori itu menyimpulkan tentang osiliator biokimia dalam tubuh makhluk hidup di bumi yang ternyata bergerak dalam periode tepat 24 jam rotasi bumi.
Hayat Sindi
Dokter kelahiran Makkah, Arab Saudi 54 tahun lalu ini terkenal atas penelitiannya terkait metode pemeriksaan medis dengan metode point-of-care, serta di bidang bioteknologi. Ia merupakan salah satu perempuan pertama dalam Majelis Syura Saudi dan masuk 100 perempuan berpengaruh versi BBC.