Hari Anti-Islamofobia, di Mana Saja Muslim Dipersekusi?
Pada Selasa (15/4/2022), Sidang Umum PBB menyetujui resolusi yang menetapkan 15 Maret sebagai Hari Melawan Islamofobia. Resolusi yang diajukan Pakistan ini disetujui seluruh anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Kesepakatan bersejarah tersebut menyoroti dan mengakui secara absah soal perasaan Muslim sedunia yang merasa belakangan kian dipersekusi di berbagai belahan dunia.
Patut dicatat, diskriminasi tersebut bukan dilakukan mayoritas warga tempatan dan tak melulu menggambarkan sentimen warga kebanyakan. Kebanyakan terjadi akibat kebijakan pemerintah yang dilatari agenda politik, ataupun minoritas sayap kanan yang vokal. Di mana saja lokasi-lokasi tersebut?
India
Perwakilan India dalam Sidang Sidang Umum PBB menyatakan keberatan dengan kesepakatan tersebut. Wajar saja, kesepakatan itu terbit pada hari yang sama pengadilan tinggi memutuskan melegalkan larangan hijab di sekolah-sekolah di Karnataka. Di bawah pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi sewindu belakangan, umat Islam memang semakin tertekan dengan sentimen nasionalisme Hindu di negara tersebut. Mulai dari munculnya regulasi antiperpindahan agama, amandemen kewarganegaraan, sampai larangan jilbab, membuat umat Islam yang mencakupi 204 juta populasi India itu merasa dijadikan sasaran kebencian di negara tersebut.
Uni Eropa
Prancis dan Uni Eropa juga menahan diri dari mendukung penuh resolusi hari antiislamofobia. Di benua itu, saat ini ada 21 negara yang memiliki aturan pembatasan hijab. Kebanyakan melarang burqa dan niqab, lainnya melarang jilbab di institusi pendidikan publik. Prancis juga belakangan mengeluarkan kebijakan antiseparatis yang menyasar komunitas Muslim dan masjid-masjid di negara itu. Sementara sentimen anti-Muslim di benua itu menguat seiring meningkatnya aliran politik sayap kanan belakangan.
Cina
Republik Rakyat Cina ikut mendukung resolusi Hari Melawan Islamofobia di majelis umum PBB. Meski begitu, bukan rahasia bahwa negara tersebut juga dituding tengah melakukan genosida budaya di Xinjiang. Laporan berbagai lembaga HAM, serta kesaksian Republika di wilayah itu, Muslim Uighur tak boleh menjalankan ajaran agama mereka dengan ancaman dimasukkan ke kamp-kamp vokasional. Masjid-masjid juga disebut dihancurkan di wilayah tersebut. Seluruh tindakan itu diselimuti kebijakan perang melawan terorisme Beijing di Xinjiang.
Amerika Utara
Tahun demi tahun, laporan soal meningkatnya kejadian pelecehan terhadap umat Islam di Amerika Serikat dan Kanada terus bermunculan. Aksi teroris yang mengatasnamakan Islam pada 9 September 2021 di New York dan menewaskan ribuan orang berperan besar menimbulkan sentimen Islamofobia di negara tersebut. Polarisasi antara paham liberal dan konservatisme Kristen di negara itu juga berperan memanas-manasi kebencian terhadap Muslim. Kanada juga belakangan diwarnai maraknya Islamofobia.
Myanmar
Etnis Muslim Rohingya sejak lama mendapat persekusi di negara bagian Rakhine di negara tersebut. Pada 2017, terjadi penindasan mematikan yang menyebabkan ratusan ribu Muslim Rohingya terpaksa mengungsi ke berbagai negara termasuk Indonesia, tak jarang dengan mempertaruhkan nyawa mereka. Dewan HAM PBB menyimpulkan bahwa tindakan militer Myanmar di Rakhine telah memenuhi kriteria-kriteria genosida alias pemusnahan etnis.
Australia dan Selandia Baru
Penembakan di Masjid al-Nur di Christchurch, Selandia Baru, oleh teroris sayap kanan asal Australia yang menggugurkan 50 Muslim pada 2019 jadi puncak Islamofobia di wilayah tersebut. Sejauh ini, laporan-laporan terkait meningkatnya pelecehan terhadap umat Islam juga bermunculan.
Israel-Palestina
Sejak berdirinya pada 1948, negara Zionis Israel telah secara rutin melakukan pengusiran dan pembunuhan terhadap komunitas Arab Palestina yang sebagian besar Muslim. Pada 2021, pemboman oleh militer Israel yang menewaskan banyak anak-anak dan perempuan di Gaza bahkan dilakukan pada hari raya Idul Fitri. Lembaga-lembaga HAM ternama di dunia telah menyatakan bahwa yang terjadi di Israel-Palestina adalah jenis apartheid alis peminggiran secara sistematis terhadap ras tertentu.
Srilanka
Sejak berakhirnya perang antara mayoritas Buddha Sinhala dan minoritas Tamil yang beragama Hindu pada 2009, Muslim jadi target persekusi di Srilanka. Dalam berbagai kejadian, toko-toko Muslim jadi sasaran pembakaran. Sentimen anti-Muslim kian kencang selepas serangan bom bunuh diri di sejumlah gereja dan hotel pada 2019. Pada Maret 2021, larangan burqa, larangan impor buku-buku Islam dan penutupan ratusan madrasah Islam diumumkan.