Berulangnya kekerasan pada Konflik Lahan

Umum  

Kejadian penangkapan atas warga yang melakukan perlawanan terhadap penguasaan lahan di Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, pada Selasa (8/2/2022) malam bukan yang pertama di Indonesia.

Temuan proyektil ditunjukkan anggota DPR dan Sekber Pemulihan Hak Rakyat sebagai bukti keterlibatan aparat dalam konflik lahan di Mesuji yang menewaskan sejumlah warga pada 2011 lalu. (Tahta Aidilla/Republika)
Temuan proyektil ditunjukkan anggota DPR dan Sekber Pemulihan Hak Rakyat sebagai bukti keterlibatan aparat dalam konflik lahan di Mesuji yang menewaskan sejumlah warga pada 2011 lalu. (Tahta Aidilla/Republika)

Fakta menyedihkannya, sejak lama konflik lahan yang diwarnai kekerasan seperti itu terus berulang di Indonesia. Sepanjang pandemi ini saja, pada 2020-2021, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPK) mencatat 448 konflik lahan meletus. Sedikitnya 14 orang jadi korban meninggal konflik-konflik itu dengan 300 ribu lebih kepala keluarga terdampak.

Berikut di antara konflik-konflik lahan yang mengemuka dan jadi sorotan publik.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kasus Kedung Ombo

Pada 1985, pemerintahan Orde baru berencana membangun waduk di Jawa Tengah untuk pembangkit listrik berkekuatan 22,5 megawatt dan pengairan 70 hektare sawah disekitarnya. Waduk itu bakal menenggelamkan 37 desa di 7 kecamatan di Sragen, Boyolali, dan Grobogan.

Aktivita Masyarakat di pinggir Waduk Kedung Ombo (28/5/1998). (Dok Republika)
Aktivita Masyarakat di pinggir Waduk Kedung Ombo (28/5/1998). (Dok Republika)

Perlawanan warga dimulai saat 600 warga merasa ganti rugi yang mereka terima tidak adil. Mereka kemudian bertahan di desa meski terus mendapat intimidasi dan kekerasan fisik dan teror. Kasus ini mengemuka setelah sejumlah agamawan melakukan pembelaan terhadap warga. Bagaimanapun, pada 1991 waduk tetap diresmikan dan para korban masih berupaya memeroleh keadilan.

Konflik Lahan Mesuji

Konflik pengolahan lahan di Mesuji di perbatasan Provinsi Lampung dan Sumatra Selatan sudah berlangsung sejak 2009. Konflik tersebut mulanya antara warga tempatan melawan pasukan pengamanan masyarakat swakarsa yang disewa perusahaan sawit, namun kemudian melebar menjadi konflik antar kelompok masyarakat.

Pada 2011, terjadi pembunuhan terhadap sembilan warga yang membuat konflik ini mengemuka di pentas nasional. Sejak 2009 hingga saat itu, sedikitnya 30 orang dari kedua sisi meninggal. Yang terkini, bentrok antara warga Pematang Panggang Mesuji Raya dan warga KHP Register 45 Mekar Jaya Abadi pada 2019 mengakibatkan lima orang meninggal.

Konflik Bima

Hampir bersamaan dengan peristiwa di Mesuji, terjadi bentrok warga dengan aparat di Pelabuhan Sape, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Saat itu ratusan warga Lambu berunjuk rasa memblokir Pelabuhan Sape.

Mereka menuntut dicabutnya izin eksplorasi pertambangan emas seluas 24.800 hektare di wilayah tersebut. Dua orang gugur diterjang peluru aparat dan sepuluh lainnya dirawat.

Konflik Selok Awar-Awar

Pada 2015, para petani pemilik lahan di pesisi pantai selatan Watu Pecak, tepatnya di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur melakukan perlawanan terhadap penambangan pasir di wilyah itu. Penambangan pasir itu disebut merusak lahan pertanian warga dan memutus mata pencaharian mereka.

Lukisan cucu Salim Kancil menggambarkan saat kakek mereka mengalami penganiayaan. Republika/Wihdan
Lukisan cucu Salim Kancil menggambarkan saat kakek mereka mengalami penganiayaan. Republika/Wihdan

Konflik memuncak pada September 2015, saat salah seorang petani, Salim Kancil berhasil menghimpun dukungan perlawanan dari warga. Perjuangan Salim disudahi sekelompok orang yang menyeret kemudian menganiayanya hingga gugur di balai desa. Selain Salim Kancil, rekannya Tosan juga jadi korban pengayniayaan.

Penolakan di Kendeng

Sejak 2016, sejumlah petani di wilayah sepanjang Pegunungan Kendeng yang melintasi Rembang, Pati, Blora, dan Grobogan menyuarakan aksi pembangunan pabrik Semen Indonesia di wilayah tersebut. Aksi pertama dilakukan sembilan perempuan yang menyemen kaki mereka di Depan Istana Merdeka.

Sebanyak 50 petani dari Pegunungan Kendeng, melanjutkan aksi protes mereka memasung kaki dengan semen di depan Istana Negara, Jumat (17/3). (ANTARA News/Monalisa)
Sebanyak 50 petani dari Pegunungan Kendeng, melanjutkan aksi protes mereka memasung kaki dengan semen di depan Istana Negara, Jumat (17/3). (ANTARA News/Monalisa)

Mahkamah Agung pada 5 Oktober 2016 kemudian mengeluarkan putusan untuk mencabut izin pembangunan dan pertambangan pabrik Semen Indonesia di Rembang.

Bentrok di Polonia Medan

Pada 15 Agustus 2016 warga melakukan aksi unjuk rasa menolak pengukuran lahan dan pemasangan patok oleh TNI AU di Kelurahan Sari Rejo, Polonia Medan. Warga saat itu menyatakan bahwa lahan itu sudah mereka menangkan senegketanya di Mahkamah Agung.

Dala aksi tersebut, warga melakukan pemblokiran jalan dan pembakaran ban. Aparat TNI kemudian terekam melakukan tindakan brutal untuk membubarkan warga. Sejumlah pengunjuk rasa diketahui mengalami luka tembak meski tak menyebabkan kematian.

Sumber: Pemberitaan Republika

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

Kategori

× Image