Agama

Mau Dilarang? Bung Karno Saja Berniat 'Sebarkan' Wahabisme

Pembaca yang budiman, belakangan mengemuka gagasan pelarangan faham 'wahabi' di Tanah Air. Yang barangkali jarang diketahui, Ir Sukarno, sang proklamator bangsa secara terbuka adalah pengagum paham pemurnian Islam para pendiri Kerajaan Saudi tersebut.

Alkisah, saat diasingkan pemerintah kolonial Belanda ke Ende, Flores, pada 1934, keinginan Sukarno mempelajari Islam menggebu-gebu. Bukan kebetulan, saat itu di Timur Tengah sedang terjadi sejenis revitalisasi pemikiran Islam. Nilai-nilai lama dipertanyakan, baik oleh para modernis di Turki, Mesir, dan Iran maupun oleh kaum puritan di Arab Saudi. Sukarno kemudian ingat kawan lamanya yang ia jumpai di percetakan di Bandung, A Hassan yang merupakan pendiri Persis.

Meski Persis bukanlah bagian dari gerakan Wahabi, Bung Karno terekam pernah meminta dikirimi satu buku tertentu oleh A Hassan. Dalam suratnya tertanggal 12 Juli 1936, Bung Karno menyebut buku itu adalah biografi 300 halaman dalam bahasa Inggris soal kehidupan Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Saud alias Ibn Saud sang pendiri kerajaan Saudi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ibn Saud, tokoh yang dikagumi Bung Karno. (wikimedia commons)
Ibn Saud, tokoh yang dikagumi Bung Karno. (wikimedia commons)

Bung Karno meminta buku itu untuk terjemahkan dalam bahasa Indonesia. Salah satu alasannya, untuk membantu perekonomian keluarga. Namun, ada juga alasan lain. "Bagi saya buku ini bukan saja satu ikhtiar ekonomi, tetapi adalah pula satu pengakuan, satu confenssion. Ia menggambarkan Ibnu Saud dan Wahabisme begitu rupa, mengkobar-kobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa hingga banyak kaum ‘tafakur’ dan kaum pengeramat Husain c.s (kaum Syiah) akan kehilangan akal nanti sama sekali," tulis Bung Karno.

Ia berharap, terjemahan itu juga bisa disebarkan ke masyarakat guna membentuk kepribadian mereka. "Dan mudah-mudahan nanti ini buku, dibaca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspirasi daripadanya. Sebab, sesungguhnya buku ini penuh dengan inspirasi. Inspirasi bagi kita punya bangsa yang begitu muram dan kelam hati."

Saat sudah bebas merdeka, Bung Karno tak berhenti kekagumannya terhadap kaum Wahabi. Ia memaparkan panjang lebar soal ahl itu dalam buku "Dibawah Bendera Revolusi" yang diterbitkan pada 1959.

"Cobalah Pembaca renungkan sebentar 'Padang Pasir' dan 'Wahabisme' itu. kita mengetahui jasa Wahabisme yang besar : ia punya kemurnian, ia punya keaslian,murni dan asli sebagai udara padang pasir 'kembali kepada asal, kembali kepada Allah dan Nabi, kembali kepada Islam sebagai dizamannya Muhammad. kembali kepada kemurnian, tatkala Islam belum dihinggapi kekotorannya seribu satu tahayul dan seribu satu bid'ah. lemparkanlah jauh-jauh tahayul dan bid'ah itu, nyalakanlah segala barang sesuatu yang membawa kepada kemusyrikan, murni dan asli sahaja. udara padang pasir juga angker, juga kering, juga tidak kenal ampun, juga membakar, juga tak kenal puisi, tidakkah Wahabisme begitu juga? Ia pun angker, tak mau mengetahui kompromi dan rekonsiliasi. Ia pun tak kenal ampun, leher manusia ia tebang kalau leher itu memikul kepala yang otaknya penuh dengan pikiran bid'ah dan kemusrikan dan kemaksiatan."

Tak hanya dalam surat, sejumlah praktik Wahabi juga dilaksanakan keluarga Sukarno. Salah satu istri Sukarno, Fatmawati, menuturkan bahwa keluarga mereka tak pernah melakukan ritual-ritual tradisional terkait kelahiran anak atau sebagainya. Dalam bahasa Fatmawati, mereka hanya melakukan yang sesuai ‘Alquran, sunnah, dan yang diajarkan para guru”. []

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.