Mengapa Timnas Hindia Belanda Dibantai di Piala Dunia 1938

Sejarah  

Pembaca yang budiman, helatan sepak bola Piala Dunia sebentar lagi digelar. Terkait hal itu, ijinkan kami mengajak Anda menjelajahi waktu mengunjungi momen-momen istimewa olahraga sejuta umat tersebut.

Stadion Velodrome Municipal di Reims, Prancis dipenuhi sekira 4.000 penonton pada 5 Juni 1938 sore. Dua sisi siap berhadap-hadapan kala itu. Dengan seragam putih-putih ada Timnas Hungaria, cikal bakal the Mighty Magyars.

Di sebelahnya, penonton bisa salah kira sebagai Timnas Belanda. Seragam mereka oranye, bendera juga tak beda. Lagu kebangsaan yang mereka nyanyikan, Wilhelmus van Nassouwe pulak. Namun melihat perawakan sebagian pemainnya, mereka tentunya bukan tim dari Eropa. Puluhan tahun kemudian, FIFA menegaskan, Hindia Belanda adalah timnas sepak bola perdana dari Asia yang berlaga di Piala Dunia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Timnas Hindia Belanda pada Piala Dunia 1938. (AFC)
Timnas Hindia Belanda pada Piala Dunia 1938. (AFC)

Yang berangkat kala itu adalah pemain yang terhimpun dalam Nederlandsch-Indische Voetbal Unie (NIVU), evolusi dari Nederlandsche Indische Voetbal Bond (NIVB) alias Persatuan Sepakbola Hindia Belanda. Mereka yang diakui FIFA meski saat itu telah berdiri juga asosiasi bentukan pribumi yakni Persatuan Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) dan asosiasi bentukan keturunan Tionghoa yang bernama Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB).

Di sini sedianya salah satu faktor penentu performa timnas di Piala Dunia. Para pemain yang diberangkatkan NIVB barangkali bukan pemain terbaik di Tanah Air kala itu.

Dalam artikel di Harian Republika edisi 30 Desember 1995, disebutkan bahwa pada 1930-an, pertandingan-pertandingan NIVB masih berkutat di empat kota besar saja yakni Surabaya, Semarang, Jakarta, dan Bandung. Sementara PSSI yang berdiri pada 1930 melebarkan sayap lebih luas ke berbagai daerah. Pendirinya saja terdiri dari VIJ (Persija Jakarta), BIVB (Persib Bandung), PSM Madiun, VVB (Persis Solo), PSIM (Yogyakarta), dan SIVB (Surabaya).

Konsep PSSI juga lebih tertata kala itu. Misalnya, pembentukan bonden alias asosiasi di berbagai daerah, menggelar kejuaraan antar-bond pada 1931, kemudian menggelar pertandingan-pertandingan persahabatan.

PSSI disambut antusias kalangan pribumi. Dalam setahun, dari enam perkumpulan tumbuh menjadi 12 buah perkumpulan kemudian 20 perkumpulan. Tanpa dukungan pemerintah kolonial dan sponsor, pertandingan-pertandingan tetap dilancarkan.

Timnas Hindia Belanda pada Piala Dunia 1938. (AFC)
Timnas Hindia Belanda pada Piala Dunia 1938. (AFC)

Hasilnya, hanya dalam waktu lima tahun sejak didirikan, PSSI mampu mengimbangi popularitas NIVB, baik sebagai organisasi maupun kualitas bond-nya. Secara tim, jika dahulunya pemain-pemain NIVB banyak menjadi idola seperti; Davis, Frans Meeng, Gerrit de Raad; maka terjadi pergeseran tokoh idola ke pemain PSSI seperti Maladi, Ernest Mangindaan, Sunarto, Rakhim, Sumadi, dan dr Saroso. Pada 1935, NIVB justru yang mengalami kebangkrutan.

Setahun sebelum Piala Dunia 1938, keunggulan kualitas pemain PSSI di atas NIVB yang telah berubah menjadi NIVU kian tak terbantahkan. Pada 1937, baik PSSI maupun NIVU sama-sama menggelar pertandingan persahabatan melawan Nan Hwa dari Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia. Pasukan yang disertai pemain legendaris Lee Wai Tong tersebut terkenal mumpuni dengan julukan Liong (Naga) dari Cina. Tim perkasa itu bisa ditahan PSSI dengan skor 2-2. Sementara NIVU dihancurkan Nan Hwa dengan skor telak 4-0.

Bagaimanapun, tetap saja yang diberangkatkan ke Prancis adalah pemain-pemain dari NIVU setelah mereka menang WO atas Jepang yang tengah terlibat perang melawan Cina. Kala itu, PSSI dan NIVU sedianya sudah terikat perjanjian saling mengakui keberadaan masing-masing. Namun pemain-pemain PSSI sama sekali diabaikan dalam tim yang diberangkatkan ke Piala Dunia. Hal ini nantinya membuat PSSI ngambek dan memutus kerja sama dengan NIVU pada 1938.

Yang berangkat saat itu juga kebanyakan bule Belanda dan elite pribumi. "Kapten timnya adalah seorang dokter yang menggunakan kacamata," tulis koran Inggris the Times, saat meliput pertandingan itu.

Dengan kualitas sebegitu, pertandingan melawan Hungaria pun menjadi petaka. Timnas Hindia Belanda kalah dengan skor 6-0 saat itu. "Kelemahan mereka adalah permainan posisional yang sangat buruk. Agaknya tak ada pemain yang pernah mendengar istilah permainan posisional. Saat mereka tak memegang bola, mereka tak melakukan apapun!" begitu kritik pedas majalah Sportkroniek dari Belanda setelah pertandingan.

Tentu bukan konflik di Tanah Air semata sebab kekalahan telak di Prancis. Disebutkan oleh reporter koran Prancis L’Equipe bahwa mayoritas Tim Hindia Belanda berpostur pendek. Meski pemain menyerangnya piawai menggiring bola, pemain belakang disebut lemah dalam penjagaan.

Setelah kekalahan di Prancis, tim Hindia Belanda kembali ke Belanda dan menggelar laga persahabatan dengan timnas Belanda pada 26 Juni 1938. Kekalahan itu jadi preseden atas pertanyaan berulang di kepala penggemar sepak bola di Indonesia saat Garuda kalah di berbagai kompetisi. "Apa jadinya jika Timnas sebenar-benarnya diisi pemain-pemain terbaik di Tanah Air?" []

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

Kategori

× Image