Saat Api Jahilliyah Akhirnya Dipadamkan

Sejarah  

Assalamualaikum, pembaca yang budiman. Bulan Maulid kembali tiba, terkait hal itu, kami punya ikhtiar meyampaikan secara berseri riwayat mulia Baginda Rasulullah (semoga kedamaian selalu untuknya). Selamat membaca!

Gerakan serentak akbar itu bermula dari riak-riak kecil. Dari Muzdalifah, masing-masing negara menyiapkan kelompoknya. Ribuan dari Thailand Selatan duduk dalam diam, sebagian shalat dan mengumpulkan batu.

Warga Turki, Iran, dan Pakistan sudah mulai bergerak berjalan kaki sebelum tengah malam. Dalam barisan yang bergerak cepat itu, mereka memulai langkah menuju Mina, nun 7,5 kilometer ke arah Barat Laut.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Bendera masing-masing kelompok dikibarkan pemimpin rombongan. Anggota tak berhenti mendaraskan talbiyah. Sebagian lainnya menggemakan takbiran seturut masuknya hari Idul Adha sejak Maghrib itu.

Jalan-jalan selebar sepuluh meter dari sisi ke sisi sedikit demi sedikit jadi sesak oleh kelompok-kelompok yang datang dari berbagai arah. Jalan layang dari beton bergoncang oleh langkah jamaah.

Masing-masing jamaah yang sudah melengkapi diri dengan amunisi masing-masing. Puluhan batu kerikil yang dikumpulkan sebelumnya. Masih berseragam pakaian ihram yang belum lepas sejak wukuf di Arafah pada siang harinya.

Ribuan Jamaah memadati jalan menuju Mina. (AP/Amr Nabil)
Ribuan Jamaah memadati jalan menuju Mina. (AP/Amr Nabil)

Kian dekat ke ujung Mina, selepas tengah malam, gerombolan kian intens dan padat. Di pintu terowongan menuju Mina, sebagian nampak tergesa-gesa. Seperti pasukan elite, pria-pria dari Afrika dan Pakistan dengan badan-badan tegap mereka setengah berlari memotong kerumunan. “Takbir! Allahu Akbar! Takbir! Allahu Akbar!” teriak pimpinan rombongan tersebut.

Pemandangan serupa terjadi empat belas abad silam, tepatnya pada akhir 629 Masehi. Puluhan ribu saat itu juga berbaris menuju Makkah, meski dari arah yang berbeda, untuk persiapan sebuah perang kolosal, mengenyahkah kejahilan dari Tanah Suci.

Atthabari mengisahkan, ia bermula dari insiden antara Bani Bak’r dan Bani Khuza’ah di sebuah tempat bernama Alwatir, di bagian utara pinggran Makkah. Saat itu, karena selisih sebelumnya, Bani Bak’r menyerbu Bani Khuza’ah yang sebagian anggotanya tengah melaksanakan shalat. Anggota suku Khuzaah kemudian melarikan diri ke arah Tanah Suci namun tetap tak dapat ampun. Beberapa angota Quraish ikut membantu Bani Bak’r melakukan penyerangan dan pembunuhan tersebut.

Amr bin Salim al-Khuza’I langsung bergerak ke Madinah guna melaporkan insiden tersebut pada Rasulullah. Saat itu, Bani Bak’r merupakan sekutu Quraish Makkah dan Bani Khuza’ah menyatakan aliansi dengan Madinah. Artinya, yang dilakukan Bani Bak’r dengan bantuan Quraish tersebut adalah pelanggaran berat terhadap gencatan senjata yang disepakati di Hudaybiah dua tahun sebelumnya.

Abu Sufyan yang mengetahui tindakan Amr bin Salim sempat menuju Madinah dan meminta negosiasi ulang perjanjian damai. Ia melakukan lobi melalui Umm Habibah, putrinya yang telah menikahi Rasulullah, melalui Fatimah, melalui Umar bin Khattab, Melalui Ali bin Abi Thalib, seluruhnya tak berhasil. Rasulullah sudah memantapkan tekad.

Beliau kemudian memerintahkan para sahabat menyiapkan diri untuk perjalanan sembari membawa perlengkapan perang dan mengundang suku-suku sekutu di sekitar Madinah bergabung. Tujuan saat itu mengarah ke Makkah, namun maksudnya tak dibuat jelas, apakah untuk menyerang Quraish, atau suku-suku Hawazin di utara Makkah, atau justru Thaif.

Bagaimanapun, suku-suku yang dimintai pertolongan hadir saat keberangkatan yang dijadwalkan pada Ramadhan tahun itu kian dekat. Pada hari keberangkatan, sebanyak tujuh ratus Muhajirin dengan tiga ratus kuda perang ikut serta. Sedangkan pasukand ari suku-suku di Madinah totalnya empat ribu orang dengan lima ratus kuda.

Dengan tambahan lagi dari suku-suku di sekitar Madinah, sebanyak 10 ribu-an personel termasuk sebagian istri-istri mereka bertolak ke arah Makkah. Di tengah jalan, tepatnya di Qudayd, bergabung lagi sembilan ratus tentara berkuda dari Bani Sulaym.

Pemberhentian pertama pasukan besar tersebut adalah di Marr Azzahran, sekitar satu atau dua hari perjalanan dari Makkah. Di sini, Makkah mulai mencium bahaya dan mengirimkan Abu Sufyan untuk bernegosiasi. Abu Sufyan yang tak berhasil merayu pasukan Muslim untuk mundur akhirnya masuk Islam dan dijaminkan keselamatan baginya dan seluruh yang berlindung di kediamannya.

Tenda-tenda kemudian diringkas, dan pasukan kembali bergerak kian dekat ke Makkah. Lokasi menginap Rasulullah sebelum memasuki Makkah saat itu, merujuk Ibn Hisyam dan sirah lainnya, di kawasan lembah Dzi Tuwah, dulu terletak sekitar satu kilometer lebih di sebelah utara Makkah lama.

Lokasi sumur di Dzi Tuwa. (istimewa)
Lokasi sumur di Dzi Tuwa. (istimewa)

Ia saat ini masuk dalam kawasan Jarwal di Makkah. Di wilayah itu, pada pojok barat Jalan Umar bin Abdulaziz ada sebuah bangunan kecil, tak sampai empat meter masing-masing sisinya, berwarna putih dengan menara. Saat saya melintas, ia nampak teronggok tak terurus dikelilingi tanah lapang yang seperti diratakan untuk bangunan. Material bangunan nampak berserakan di sekitar bangunan kecil tersebut. Menjorok sekitar 20 meter ke arah tenggara dari sudut jalan, ia dikelilingi pagar kawat.

Bangunan itu tak bisa sembarangan dimasuki pengunjung. Namun merujuk keterangan warga tempatan, di dalamnya ada sumur tua yang dahulu airnya digunakan Rasulullah mandi sebelum memasuki Makkah. Berbagai hadits shahih memang mencatatkan kebiasaan Rasulullah tersebut.

Dari lokasi itu, Rasulullah membagi pasukan menjadi empat kelompok. Kelompok utama yang beranggotakan kaum Anshar dan Muhajirin serta Rasulullah, dipimpin Abu Ubaidah bin Aljarrah. Mereka akan memasuki Makkah melalui rute Madinah dari barat laut. Kelompok kedua, dipimpin sepupu Rasulullah Zubayr bin Awam, memasuki Makkah dari tenggara melalui Bukit Kuda. Sedangkan dari selatan melalui Kudai, pasukan dipimpin Ali bin Abithalib. Pasukan Khalid bin Walid masuk dari timur laut melalui Khandama dan Lait.

Pasukan tersebut juga diperintahkan menyalakan obor sehingga nampak dari Makkah sebagai rombongan yang jauh lebih banyak dari yang sebenarnya. Rasulullah juga melarang keras pasukan untuk memulai perang bila tak diserang. Larangan itu dipatuhi tiga kelompok yang berhasil menghindari pertumpahan darah. Kendati demikian, pasukan Khalid mendapat perlawanan namun berhasil mematahkan seranga dengan mudah. Tiga puluh pasukan Quraish tewas dan dua dari Muslimin gugur.

Sementara penduduk Makkah seturut seruan Abu Sufyan, memilih tak melawan. Mereka paham kali ini tak mungkin bisa menang melawan pasukan Muslim.

Setahun sebelum penaklukan, rombongan dari Madinah menepati perjanjian untuk datang melaksanakan umrah yang disepakati di Hudaybiyah. Penduduk Makkah saat itu memberi jalan dengan keluar dari Makkah sebentar dan menyaksikan untuk pertamakalinya pemeluk Islam dalam jumlah besar, sekitar duaribu orang ketika itu. Saat penaklukan, yang datang jauh lebih banyak.

Rasulullah akhirnya mereka biarkan memasuki Makkah dengan mudah. Saat itu, Rasulullah masuk melalui arah utara, yang kini merupakan lokasi Babul Fath alias Gerbang kemenangan di Masjidil Haram. Gerbang ini bisa ditarik garis lurus dari sudut utara Ka’bah.

Beliau kemudian melakukan tawaf sembari menunggangi Qaswa, tunggangannya, mengakhiri dengan berhenti di depan Hajar Aswad sembari menunjuk batu itu dengan tongkat dan bertakbir. Takbir yang digaungkan dengan lantang ribuan pasukan yang memasuki Makkah saat itu, menimbulkan ketakutan penduduk Makkah yang bersembunyi di rumah-rumah mereka.

Dikisahkan, sebelum kenabian Muhammad SAW sempat meminta Utsman bin Talhah, penjaga kunci Ka'bah untuk mengizinkannya berdoa dalam Ka'bah. Utsman bin Talhah yang punya tanggung jawab menjaga Ka'bah terkunci dari warga Makkah menolak permintaan itu. “Nanti akan datang suatu waktu ya Utsman, saat kunci itu ada di tanganku, dan aku akan menyerahkannya ke penjaga yang berhak,” kata Muhammad SAW sambil berlalu.

Pasukan berjaga-jaga di Kabah di Masjidil Haram. (EPA-EFE/ASHRAF AMRA)
Pasukan berjaga-jaga di Kabah di Masjidil Haram. (EPA-EFE/ASHRAF AMRA)

Dua dekade kemudian, Pada sebuah Ramadhan sepanjang akhir 629 dan awal 630, Rasulullah datang bersama ribuan pasukan untuk menaklukkan Makkah yang berhasil ia lakukan tanpa menumpahkan darah. Saat itu, ia kembali meminta Utsman bin Talhah membukakan pintu Ka'bah. Utsman tetap menolak dan Ali ibn Abi Thalib kemudian merebutnya secara paksa guna membukakan pintu Ka'bah untuk Rasulullah.

Setelah menghancurkan semua berhala, dan menghapus gambar-gambar para nabi di dalam Ka'bah Rasulullah tiba-tiba mendapatkan wahyu yang disampaikan malaikat Jibril. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” bunyi Surat Annisa ayat 58 tersebut.

Penafsir Alquran abad ke-15 Jalaluddin al-Mahalli dan muridnya Jalaluddin as-Suyuthi menyimpulkan dalam Tafsir al-Jalalain bahwa ayat tersebut persis mengacu pada peristiwa kunci Ka'bah tersebut. Rasulullah kemudian menyerahkan kembali kunci tersebut kepada Utsman ibn Talhah sembari menyatakan siapapun tak akan merebut kunci itu dari Utsman bin Talhah dan keturunannya kecuali penguasa yang zalim.

Kagum dengan penghargaan Rasulullah, Utsman ibn Talhah mengucapkan dua kalimat syahadat saat itu juga. Utsman ibn Talhah merupakan anggota Bani Shaibah. Hingga saat ini, 1400 tahun setelah penaklukan Makkah, kunci Ka'bah masih dipegang secara turun temurun oleh keturunan Bani Shaibah tersebut.

Sejak masa Rasulullah, pintu Ka'bah sudah ditinggikan dari permukaan tanah. Saat ini, bagian bawah pintu tersebut tingginya sekira kepala lelaki dewasa. Ia jadi salah satu titik di Ka'bah yang paling ramai ditempeli jamaah. Kebanyakan menangis sembari merapalkan doa-doa. Dari batas pintu itu sampai sudut Hajar Aswad di sebelah kirinya dipercaya sebagai Multazam, lokasi di mana permohonan dikabulkan.

Pintu Ka'bah tersebut kini dihiasi ornamen keemasan. Kiswah, kain penutup Ka'bah, membelah di bagian atas pintu tersebut. Kerap kali, ada askar yang berdiri di dudukan pintu bergelantungan pada semacam tali yang diikatkan ke Ka'bah, dan menggunakan pentungan mengusir mereka-mereka yang kelamaan berdiam di depan pintu atau di Hajar Aswad.

Sunan Nasa'i mencatat, selain juru kunci Ka'bah, hanya Usamah bin Zaid dan Bilal bin Rabah yang mengawal di kiri-kanan Rasulullah kala memasuki Ka’bah dalam penaklukan. Jika seantero kehidupan Rasulullah adalah semacam pelajaran dan simbolisme sebagai pondasi agama Islam, maka sedikit saja kejadian yang lebih simbolik dari langkah-langkah Rasulullah memasuki Ka'bah saat itu.

Usamah bin Zaid adalah putra dari dua bekas hamba sahaya. Umm Ayman, budak milik ibunda Rasulullah yang kemudian dibebaskan; dan Zaid bin Harits budak Rasulullah yang juga dibebaskan dan kemudian beliau angkat sebagai anak asuh. Usamah yang lahir setelah turunnya wahyu dan kemudian jadi salah satu panglima perang terbaik Islam itu diriwayatkan berkulit hitam seperti ibunya, tinggi dan tampan.

Sedangkan Bilal bin Rabah, bekas budak lainnya, belum lama ditunjuk sebagai pemanggil shalat utama di Madinah. Juga berkulit legam dan tinggi semampai. Keduanya diajak masuk mengabaikan keheranan para sahabat yang datang dari latar belakangan yang lebih menterang. "Hai sekalian orang-orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian keangkuhan jahiliyah dan berbangga dengan nenek moyang. Manusia itu berasal dari Adam, dan Adam itu diciptakan dari tanah," kata Rasulullah pada warga Makkah yang ditaklukkan saat itu.

Rasulullah kemudian memberikan amnesti menyeluruh kepada warga Makkah saat itu. Masyarakat yang dahulu mengusirnya dengan kekerasan. Pengecualian untuk enam pria dan empat perempuan yang masing-masing melakukan kejahatan pembunuhan atau menghasut perang. Sebagian dari kelompok itu yang menyatakan bertobat dan masuk Islam juga akhirnya diampuni.

Sembilan tahun selepas dipaksa meninggalkan kampung halamannya, Rasulullah kembali. Kali ini membawa kejayaan yang telah dijanjikan Tuhannya. []

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

Kategori

× Image