Saat Rasulullah Bertemu Para Jin
Assalamualaikum, pembaca yang budiman. Bulan Maulid kembali tiba, terkait hal itu, kami punya ikhtiar meyampaikan secara berseri riwayat mulia Baginda Rasulullah (semoga kedamaian selalu untuknya). Selamat membaca!
Kelihatannya saja orang-orang dewasa, tapi pada satu pagi pekan lalu, mereka macam anak-anak kecil. Dari macam-macam bangsa, berdiri beramai-ramai di tengah jalan, tertawa dan takjub melihat botol air mineral yang terisi penuh menggelinding seperti melawan gravitasi di atas jalan raya yang terkesan menanjak.
Kemudian berbarengan mengejar botol tersebut yang kian lama makin lekas putarannya. Di sisi jalan yang kosong, ada mobil yang juga berjalan kencang tanpa menyala mesinnya, sopirnya kegirangan.
Jamaah haji Indonesia lebih kenal Jabal Magnit, nama lokasi mereka bermain-main tersebut tak sampai satu jam perjalanan dari pusat Kota Madinah. Sebelum terkenal macam sekarang, nama wilayah itu sedianya Wadi Al Baidah.
Di antara Madinah dan lokasi itu, ada sebuah oase yang indah betul. Sekutip danau yang dikitari rawa dan rimbunan pohon hijau, kontras dengan kegersangan di sekitarnya. Jadi rumah burung-burung sejenis bangau dan ikan-ikan yang nampaknya besar-besar ditengok dari riak-riak yang mereka timbulkan di permukaan.
Sementara menuju Jabal Magnit, lanskap yang membentang di kanan-kiri jalan raya kerap bikin takjub. Ada hamparan padang-padang batu yang luas, ada ngarai-ngarai curam yang dramatis, ada bukit-bukit kuno dengan bebatuan-bebatuan tajam di puncaknya, menusuk-nusuk langit biru tanpa awan. Wajar, agaknya, rentangan jembar yang tak ditinggali manusia itu memantik imajinasi.
Di ujung perjalanan, jalan aspal membentuk sebuah bundaran kembali ke Madinah. Kendaraan roda empat tak bisa maju lebih jauh lagi ke arah lembah yang kian sempit diapit bukit-bukit batu.
Nah, botol-botol air serta kendaraan-kendaraan yang bergerak sendiri, arahnya menjauh dari lembah tersebut.
“Itu katanya ada magnet sama jin di gunungnya, kata Pak Iman seorang jamaah asal Tangerang saat menyaksikan fenomena itu. “Ndak ah, memang jalannya //turunan// tapi kelihatannya saja menanjak,” kata Pak Suwito, rekannya, menimpali. Hari itu mereka seperti bermain peran menjadi Fox Mulder, detektif FBI yang memercayai hal-hal supranatural; dan Dana Scully, rekannya yang skeptis minta ampun dalam serial televisi populer The X-Files.
Pak Iman mengutip kisah yang jamak kita dengar di Tanah Air, bahwa ada kekuatan magnetik dan gaib yang menarik kendaraan-kendaraan menjauh dari ujung jalan. Sementara Pak Suwito bersikeras bahwa yang terjadi sejenis ilusi optik karena bentangan alam di tepi jalan.
Sedangkan seorang petugas asal Pakistan menceritakan pada saya, rekan sekampungnya memanggil lembah di seberang ujung jalan dengan nama Wadi al Jinn. Ia semacam palung yang membentuk lembah, dan seturut kepercayaan lokal, ditinggali banyak jin.
Kendaraan dan botol yang bergerak menjauh tanpa campur tangan mesin maupun manusia, menurut mereka adalah kerjaan makhluk tersebut. Para jin tak mau tempat tinggalnya diganggu manusia yang sudah terkenal ekspansif itu.
Ada juga kisah tempatan, mereka yang nekat pergi ke wadi tersebut akan mendengar seruan “pergilah! bukan tempat kalian di sini!” yang tak kelihatan penyerunya. Saya malas mencoba berjalan kaki ke wadi yang disela padang batu luas dari ujung jalan raya itu untuk mencari tahu sendiri. Kalaupun tak ada apa-apa di sana, panas mentari Madinah seperti itu hari sudah saya lihat dengan mata kepala sendiri bisa bikin jadi “majnun”, istilah tempatan untuk orang kehilangan akal yang akar maknanya, apalagi kalau bukan, “kerasukan jin”.
Rasulullah, sepanjang membawa risalah juga beberapa kali menemui makhluk-makhluk tersebut. Salah satu lokasi yang merekam pertemuan tersebut adalah sebuah masjid di seberang Pemakaman Ma’la di Makkah. Masjid itu terletak di tengah plaza yang membelah jalan besar. Masjid itu memiliki sudut-sudut yang dicat merah bata dengan kubah dan menara. Secara keseluruhan, masjid itu terkesan kaku dengan arsitektur bersudut-sudut. Ia disebut jadi lokasi kejadian yang nantinya dinamai “Malam Para Jin”.
Dikisahkan dalam Shahih Muslim dan dicatat dalam Tafsir Ibn Katsir, Ibn Mas’ud menuturkan bahwa saat berada di Makkah, ia diajak Rasulullah menemui sekelompok jin. Ketika tiba di Ma’la, Rasulullah membuat garis di tanah yang tak boleh dilintasi Ibn Mas’ud.
Rasulullah kemudian maju sedikit lebih jauh sendirian dan mulai membacakan ayat-ayat Alquran di hadapan delegasi para jin. Para jin kemudian kembali ke kaum mereka dan menuturkan soal wahyu yang diterima Rasulullah.
Kejadian itu kemudian direkam dalam Surat al-Ahkaf ayat 39.
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.”
Sementara di Madinah, Abu Hurairah juga meriwayatkan hadits soal pertemuan Rasulullah dengan jin. Ia meriwayatkan, pada satu malam Rasulullah diganggu shalatnya oleh sesosok makhluk tersebut. Rasulullah kemudian menangkap makhluk tersebut dan berniat mengikatnya ke salah satu tiang masjid untuk disaksikan para sahabat.
Kendati demikian, Rasulullah teringat doa Nabi Sulayman yang meminta agar tak ada lagi setelahnya yang diberi kekuasaan atas kerajaan yang sebegitu besar, meliputi bangsa jin. Rasulullah kemudian melepaskan jin tersebut.
Saat ini, kisah-kisah soal jin tersebut adalah juga cermin dari Tanah Suci modern, tempat yang empiris bertemu dengan yang gaib. Yang sakral bertemu yang pragmatis. Saya ingat sebuah novel fiksi ciamik karya seorang mualaf Amerika Serikat, G Willow Wilson berjudul Alif the Unseen, yang mengisahkan saat dunia para jin berkelindan dengan gelombang teknologi informasi.
Tempat di mana sinyal wifi dan jaringan seluler serta makhluk-makhluk dari cahaya dan api tak berasap, sama-sama tak kasat matanya, bersicepat menyampaikan pesan-pesan. Modernitas yang saling sikut dengan impulsi-impulsi arkaik manusia.
Tempat di mana orang-orang datang dengan teknologi-teknologi terkini untuk memenuhi kerinduan irasional mereka. Untuk berlindung dari yang membisikkan kejahatan dalam dada; “minal jinnati wan naas”, dari golongan jin dan manusia. []
Baca Juga:
Kelahiran Rasulullah yang Penuh Cahaya
Datang Bayi Muhammad, Suburlah Desa Bani Sa'd
Perawakan Mulia Rasulullah SAW
Kisah Baitullah dan Rasulullah
Muhammad SAW Sang Pedagang Ulung